Page 71 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 71

intinya  mengharamkan sekolah-sekolah nonmuslim     untuk dima-
             suki  oleh  kaum  muslim.
                  Efek  kontroversi  itu  memuncak  ketika  sekitar  150  murid
             kelas  III  STM  swasta  di  bawah  Yayasan   Kristen  (BOPKRI)
             Kulonprogo   (Oktober  2000)  keluar  secara  serentak,  dengan  ala-
             san  pihak  sekolah  tidak  mau  menjalankan  SKB  tersebut.  Meng-
             hadapi  kasus  itu,  Kanwil  Departemen  Pendidikan  Nasional  di
             Yogyakarta  bukannya   prihatin,  tapi  dengan  mudah  mendirikan
             sekolah  baru  untuk  menampung    para  siswa  yang  eksodus  itu.
             Dan  setiap  kali  menjelang  tahun  ajaran  baru,  terutama  tahun
             ajaran  baru  2001/2002,  di  beberapa jalan  strategis  di  Yogyakarta
             muncul   spanduk-spanduk    yang  menempatkan    sekolah-sekolah
             Nasrani  sebagai  haram  untuk  dimasuki.

                  Kedua  kasus  itu  selama berpuluh tahun  tidak pernah muncul
             ke  permukaan.   Ironisnya,  ketika  bangsa  Indonesia  memasuki
             masa  transisi  menuju  demokrasi dan globalisasi, yang  relatif me-
             ngesampingkan    segala  perbedaan agama,  ras,  etnis,  bahasa,  dan
             sebagainya,  persoalan  tersebut  termanifestasi  keluar.  Jelas,  ini
             bukan  buah  reformasi  yang  diharapkan  oleh  masyarakat,  tapi
             sebaliknya  tidak  diinginkan  oleh  masyarakat  yang  plural.  Lebih
             ironis  lagi,  ketika yang melakukan kontrol  terhadap  pelaksanaan
             SKB  itu,  kelompok-kelompok    agama   dan  Departemen   Pendi-
             dikan  Nasional  seakan  tidak  tahu-menahu.

                  Bila  kita  coba  tarik  ke  belakang, SKB  tiga  menteri  itu  berla-
             wanan   sekali  dengan  UU  No.4  Tahun  1950  tentang  Sistem  Pen-
             didikan  dan  Pengarajan  Nasional,  karena  undang-undang   ter-
             sebut  menjamin   adanya  keragaman    jenis  pendidikan.  Dalam
             Pasal  13  ayat  1  dikatakan  secara  tegas:  "Atas  dasar  kebebasan  tiap-
             tiap  warganegara  menganut  suatu  agama  atau  keyakinan  hidup,  maka
             kesempatan  leluasa  diberikan  untuk  mendirikan  dan  menyelenggarakan
             sekolah-sekolah  partikulir."

                  Sedangkan   pada  Pasal  16,  yang  mengatur  persyaratan  men-
             jadi  guru,  secara  tegas  dikatakan:  "Di  dalam  sekolah  guru-guru
             harus  menghormati  tiap-tiap  aliran  agama  atau  aliran  hidup."
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76