Page 70 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 70
pada tingkat Menteri, sedangkan para eselonnya —yang defacto
menjalankan program —masih sama. Hanya dilukir saja dari
tempat satu ke tempat lain sambil menunggu masa pensiun. Oleh
sebab itu, siapa pun yang ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan
Nasional, sejauh tidak berani melakukan perubahan di tingkat
eselon II dan III, sulit sekali diharapkan mampu melahirkan per-
ubahan. Langkah pertama yang harus ditempuh kalau ingin mem-
benahi sektor pendidikan adalah membersihkan para pejabat
Departemen Pendidikan Nasional dari mental korup, kolusi, dan
nepotisme yang akhirnya sangat merugikan masyarakat luas.
6. Kebijakan yang Ironis
Kondisi yang lebih buruk terjadi pada aspek ideologi, yang
kemudian sangat mempengaruhi praktik pendidikan nasional.
Kondisi buruk itu dipicu keluarnya SKB (Surat Keputusan Ber-
sama) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Men-
teri Agama No.4 /U/SKB/1999 dan No.570/Tahun 1999 (yang
ditandatangani oleh Juwono Sudarsono dan A. Malik Fadjar),
kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah Indra Jati Sidi No.64/C/Kep/PP/2000,
yang mengatur tentang kewajiban siswa mengikuti pelajaran
agama sesuai agama yang dianutnya.
Tanpa disadari, pelaksanaan SKB itu mengantar pendidikan
pada konflik vertikal maupun horizontal. Di Yogyakarta (sebagai
wilayah uji coba pelaksanaan SKB), pada akhir tahun ajaran 1999/
2000 dan awal tahun ajaran 2000/2001, sempat muncul ketegangan
antara para pengelola sekolah-sekolah swasta nonmuslim
dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Pendidikan Nasi-
onal, juga antarsesama anggota masyarakat pendukung dan yang
menolak SKB tersebut. Kepala Kantor Wilayah Departemen Pen-
didikan Nasional Soenarjo memberikan ancaman, bahwa sekolah-
sekolah nonmuslim yang tidak mau melaksanakan SKB tersebut
akan ditutup. Sedangkan konflik horizontal diwarnai dengan
tulisan-tulisan spanduk, poster, maupun pamflet-pamflet yang