Page 126 - Tan Malaka - MADILOG
P. 126
“misal” dalam buku seperti yang saya tulis sekarang. Dalam buku itu
mesti banyak misal yang saya boleh pakai berhubung dengan pasal
seperti diatas. Tetapi yang sudah hilang semacam itu tentulah tiada
berguna disesali lagi. Apalagi kalau nyata kehilangan itu dibayar dengan
keselamatan diri saya. Seperti sudah saya bilang pemeriksaan douane
Rangoon teliti sekali.
Catatan yang dikumpulkan bertahun-tahun dari pelbagai macam buku,
majalah dan surat kabar, tentulah tiada bisa dikumpulkan kembali dengan
segera. Tetapi walaupun ada hak buat membaca kembali, pekerjaan itu
tiada bisa dilakukan sekarang sebab memangnya bermacam-macam buku
itu tak ada dan selama perang ini mustahil bisa diadakan. Kalau besokpun
perang selesai, tak juga bisa diadakan lebih kurang dari 6 bulan, kalau
uang ada pula.
Buat penglaksanaan pasal diatas, saya terpaksa pakai cuma tiga catatan,
yang saya anggap cukup buat maksud ini. ketiganya cuma tersimpan
dalam “jembatan keledai” peringatan saya, sudah bertahun-tahun. Tiada
heran kalau sedikit mendapat perubahan. Bajapun berkarat kalau
terlampau lama disimpan.
Pembaca yang terhormat tentulah akan berbaik hati memberi peringatan
kepada saya. Dengan begitu kesalahan boleh dibetulkan pada cetakan
kedua.
MISAL PERTAMA :
Pada Thesis ke 3 dari 11 Thesisnya Marx, yang sebagian sudah saya
sebut dahulu, kita bejumpa dengan perlantunan itu. Bagian itu kira-kira
berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu ialah
hasilnya dari suatu masyarakat, dan orang lain hasilnya masyarakat lain
pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula.
Begitulah si pendidik dididik.
Bagaimana tepatnya perlantunan itu digambarkan oleh thesis, yang belum
dikoreksi oleh Marx itu dan digali oleh Co-creatornya Frederich Engels.
Mula-mula masyarakat itu menghasilkan satu bentuk orang. Seseorang
yang berfaham begini atau begitu, berperasaan begini atau begitu,
bertabiat begini atau begitu dan akhirnya beridaman begini atau begitu.
Akhirnya idaman itu, cita-cita itu menyala berkobar begitu keras dalam
hatinya sehingga bisa menggerakkan pesawat kemauannya buat bekerja
mengubah masyarakatnya. Dengan perbuatan revolusioner itu timbullah
pula masyarakat baru. Begitulah mula-mula masyarakat mendidik orang
125