Page 129 - Tan Malaka - MADILOG
P. 129

pedagang cukup memadai. Pulang balik dari pantai ke pantai menjadikan
             dia  pelajar  yang  berani,  cakap  dan  cinta  pada  ombak  dan  hawa  laut.
             Dengan  berangsur-angsur  ia  menyeberangi  kedua  Samudera  Besar  di
             dunia  ini,  dan  seberang-menyeberang  itu  menjadi  kebiasaan  yang  tiada
             bisa lagi diceraikan dengan impian, idaman serta pemandangan dunianya.
             Tetapi  rawa,  hutan  dan  rimba  beberapa  abad  di  belakang  ini  sudah
             bertukar  menjadi  sawah,  ladang  dan  kebun.  Pohon  sawoh  yang  lebat
             buahnya,  pohon  manggis  yang  rindang  itu  disudut  rumahnya,  sawah
             dengan  padi  yang  menghidupkan  pengharapannya  dan  akan  bininya,
             bunyi gamelan yang menghentikan lelahnya, semuanya ini mengikat hati
             dan  pikirannya  pada  desanya.  Walaupun  desanya  sudah  sesak  padat,
             tanah  dan  terkanya  tak  mencukupi  lagi,  dan  kebun  yang  besar-besar
             bukan kepunyaan dia serta tindakan dan isapan merajalela, tetapi hatinya
             masih terikat oleh desanya.

             Perubahan  hutan  rimba  menjadi  sawah,  kebun  tadi,  menukar  penduduk
             Jawa  umumnya  dari  perantau  menjadi  pelekat  desa.  Tetapi  perlantunan
             Dialektika  masih  berlaku  dan  syukurlah  akan  terus  berlaku.  Sekarang
             sudah kelihatan akibatnya.

             Dengan  semuanya  sendiri  atau  tidak,  pada  beberapa  puluh  tahun  di
             belakang  ratusan  ribu  Indonesia  Jawa  terpaksa  meninggalkan  desanya
             buat pergi ke seberang. Di Seberang terutama Sumatera mereka sekarang
             banyak  jadi  tani  makmur,  yang  lebih  sehat  dan  pintar  dari  kawan
             sejawatnya di desa Jawa. Di jalan dari Medan sampai ke Lampung saya
             bertemu  dengan  mereka,  yang  sekarang  “honkvast”  terletak  pula  pada
             sawah  ladang,  rumah  dan  kebunnya  yang  baru,  lebih  besar  dan  lebih
             berhsil  dari  di  Jawa.  Banyak  diantara  mereka  kalau  “pulang”  ke  Jawa,
             lekas pulang kembali ke Sumatera, karena tiada senang lagi pada desanya
             dulu. Banyak pula yang balik “pulang” ke Seberang itu, walaupun dengan
             perahu  layar  saja.  Kalau  tiada  begitu  susah  seperti  sekarang  di  bawah
             pemerintah  Balatentara  Jepang  ini  dia  akan  membawa  teman  baru  ke
             “Seberang” itu.

             Desakan  penduduk  di  Jawa,  yang  bertambah  dengan  500.000  setahun,
             pada  hari  depan  akan  menjadi  persoalan;  pindah  ke  Seberang  itu,  satu
             persoalan  yang  hangat  dan  penting  sekali.  Pemindahan  itu  kelak  akan
             menukar  semangat  “melekat  pada  desa  itu”  jadi  perantau  seperti
             penduduk  Jawa  sebelum  Zaman  Hindu,  atau  Minangkabau  dan  Bugis
             Sekarang.






             128
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134