Page 326 - Tan Malaka - MADILOG
P. 326

Sesudah  itu  kuburuan  Datuk  Kusu  dianggap  keramat  dan  pulau  itu
               dinamai pulau Datuk Kusu.

               Sampai waktu saya meninggalkan Singapura pada permulaan tahun 1942,
               saban  minggu  dan  hari  besar  penuh  sesak  semua  perahu  pengunjung,
               terutama  terdiri  dari  perempuan  Tionghoa  dan  Melayu  yang
               menyampaikan niatnya kekuburuan Datuk Kusu.

               Bukankan  ini  “pujaan  arwah  nenek  moyang”  yang  terang-benderang?
               Inilah kepercayaan Indonesia asli, ketika merantau ke Asia Selatan dan
               kepulauan Indonesia, turun dari Mongolia dan Tibet. Inilah kepercayaan
               Indonesia yang masih terpendam, yang lebih tebal, kalau kita memasuki
               masyarakat Indonesia lebih kebawah. Inilah juga kepercayaan yang lebih
               tebal,  kalau  lebih  kebawah  kita  masuki  masyarakat  Tionghoa.  Lebih
               keatas  lebih  tebal  kita  saksikan  agama  Islam,  Nasrani  dan  Hindu  di
               Indonesia. Lebih keatas lebih tebal kita saksikan agama Buddha, Islam,
               Nasrani  di  Tiongkok.  Tetapi  lebih  kebawah  kita  masuki  masyarakat
               Rakyat Jelata Indonesia dan Tiongkok kita saksikan dengan terang nyata
               kepercayaan kepada arwah nenek moyang.

               Tiadalah  pada  arwah  nenek  moyang  itu  saja  si  Tionghoa  Murba
               mengikuti kepercayaan si Indonesia Murba. Ceritakanlah pada Tionghoa,
               hantu atau orang jadi-jadian. Pendengar Tionghoa tak akan membantah
               dan akan menaruh semua perhatian pada kepercayaan si Indonesia tadi.
               Tidak  susah  bagi  si  Indonesia  buat  mengajaknya,  lebih-lebih  kaum
               ibunya,  buat  pergi  mengunjungi  kuburan  keramat  ini,  atau  beruk  atau
               batu  keramat  itu,  untuk  menyampaikan  niatnya:  mendapatkan  anak
               umpamanya.

               Di  Singapura  tidak  saja  Pulau  Datuk  Kusu  yang  menerima  pujaan  itu,
               juga satu tempat di tengah pulau Singapura, dekat rumah yang bernama
               Rumah Miskin, dan satu lagi tiada jauh dari Rumah Miskin itu.

               Kedua tempat itu, ialah kuburan keramat Indonesia juga. Selain dari pada
               itu, saya dengar kuburan Sunan Gunung Jati di Cirebon, juga menerima
               pengunjung  Tionghoa.  Gunung  Batu  diluar  kota  Padang,  yang  didiami
               sekumpulan beruk (monyet) dengan Rajanya, seperti juga Raja Beruk dan
               pengikutnya  dekat  Banjarmasin,  selalu  menerima  pengunjung  bangsa
               Tionghoa.

               Demikianlah  lebih  kebawah  kita  masuk  sanubarinya  Rakyat  Jelata
               Tionghoa,  makin  lebih  rapat  persamaan  kepercayaannya  dengan
               kepercayaan Rakyat Jelata Indonesia, kebawah demi kebawah. Dibawah




                                                                                         325
   321   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331