Page 327 - Tan Malaka - MADILOG
P. 327

sekali dalam masyarakat Indonesia terdapat Animisme (kejiwaan) tulen,
             daemonology  (ke-hantuan)  dan  dynamisme  (kodrat  benda)  yang  terang
             telanjang terdapat pada bangsa Indonesia Asli: Batak, Sakai, Dayak dan
             Igorot (Filipina). Bangsa Indonesia Asli ini banyak saudara kandungnya
             dipegunungan  Birma,  Siam,  Anam,  dipulau  Hainan  dan  Formusa,  di
             pegunungan  Propinsi  Yunan,  Keichow  dan  Kwantung  yang  oleh
             Tionghoa dinamai Miuo, Iao dsb. Disinilah dasar persamaan Indonesia-
             Tiongkok. Pertemuan dipulau Datuk Kusu itu, bukanlah kebetulan saja,
             melainkan satu keajian seperti acap terjadi dalam Biology “berbalik ke-
             asal”.
             Kepercayaan pada arwah nenek moyang itu dimasyarakat Tionghoa, tiada
             dijumpai pada lapisan bawah saja. Pujaan nenek moyang itu umum sekali
             dan  setia  sekali  dilakukan.  Didaerah  Selatan  Tiongkok  tiap-tiap  tahun
             saya  saksikan  pembersihan  dan  pujaan  kuburan  Bapak  dan  Nenek
             Moyang, pada musim bunga.

             Syahdan berhubung dengan hal ini, maka tanah kuburan itu sendiri adalah
             Tanah suci buat umumnya Tionghoa. Nasib buruk baiknya keturunan itu
             dianggap  bergantung  pada  malang  mujurnya  tanah  yang  mengandung
             tulang-belulangnya nenek moyang itu. Pada kaum intelek Tionghoa pun
             ada  satu  kepercayaan  teguh  pada  majiat  dan  pengaruhnya  tanah  dan
             tulang-belulang itu. Kepercayaan semacam ini berhubung dengan “hong
             shui” (Amoy).
             Seorang  Jenderal  Propinsi  yang  masyhur  juga  belum  lama  berselang
             mengirimkan parakawannya mencari kuburan Jendral yang lebih masyhur
             dari dia. Kalau kuburan itu bisa didapati, tulang-belulang bapaknya bisa
             digali  dan  dicampurkan  dengan  tulang-belulang  anjing,  kemudian
             dilempar masuk latu, maka turunan-nya, ialah Jendral yang lebih jempol
             tadi,  dianggap  akan  tewas  dalam  peperangan.  Entah  karena  tulang-
             belulang  itu  tak  didapati,  entah  karena  lain  sebab,  saya  tahu  Jendral
             pencari tulang-belulang itu sudah lama tewas dan yang dikenal sebagai
             Jendral yang lebih jempol dari dia, memang masih ada dan dianggap tak
             kurang dari yang sudah-sudah. Jendral yang lebih ulung ini, tak kurang
             dan tak lebih dari Jendral Chiang Kai Sek.

             Beginilah  menurut  “Sumber  Hidup”  yang  saya  peroleh  tentang
             masyarakat yang saya campuri, bukan dilihat dari pinggir saja, dalam lk
             20  tahun  lamanya:  pemujaan  nenek  moyang  itu  dan  kepercayaan  pada
             hantu adalah tebal sekali melekat pada sanubari Tionghoa.






             326
   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331   332