Page 125 - Buku Kemdikbud Ki Hadjar Dewantara
P. 125

Mangoenkoesoemo  berhasil  menyekolahkan  anak-anaknya  ke
            jenjang  pendidikan  yang lebih  tinggi. Tjipto  diterima  sebagai

            siswa STOVIA yang  mendapat  predikat  dari  para  gurunya
            sebagai murid yang berbakat (een begaald leerling).  Predikat
                                                                7
            itu  diberikan,  karena  selama  menempuh  pendidikannya  di
            STOVIA, Tjipto dinilai sebagai pribadi yang cerdas, jujur, rajin,
            berpikiran tajam, dan bersikap tegas. Sikap tegasnya itu, tidak
            dapat  dilepaskan  dari  situasi  lingkungan  sosial-budayanya.
            Tjipto terdorong untuk melabrak tradisi bahwa priyayi rendah

            harus membungkukkan badan apabila berjumpa dengan priyayi
            tinggi dan pejabat Belanda dari golongan apapun.
                   Perlakuan diskriminatif  itu, diterapkan juga dalam
            penggunaan baju, baik batik maupun model  baju Belanda.
            Penggunaan baju tradisional Jawa bagi priyayi rendah sekaligus
            sebagai pembeda status sosial yang berdampak pada perlakuan
            sosial yang mereka terima. Oleh karena itu, mudahlah dipahami
            kalau sejak 1907, Tjipto acapkali melontarkan kritik terhadap
            Pemerintah Hindia Belanda dan kalangan priyayi aristrokrat dan

            priyayi birokratis, karena mereka  pada dasarnya menyokong
            Pemerintah Hindia dalam proses merendahkan martabat bangsa

            7  Tiga orang adik  Tjipto, yakni Gunawan, Budiardjo, dan Sjamsul
               Ma’arif pun melanjutkan pendidikan ke Stovia. Sementara itu, adiknya
               yang lain, Garmawan, melanjutkan pendidikannya ke Delf Universiteit
               di Negeri Belanda (Scherer, 1985: 123). Hal ini menunjukkan
               bahwa Mangoenkoesoemo, seorang priyayi rendah, telah  berhasil
               menyekolahkan  anak-anaknya  ke  jenjang  pendidikan  tinggi  sehingga
               mampu meningkatkan status sosial mereka sebagai priyayi-profesional
               (Scherer, 1985: 53-60).




                                 Tiga Serangkai Dalam Pergerakan Nasional  125
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130