Page 158 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 158
Satu persatu para mahasiswa berjalan melewatiku,
beberapa tampak tersenyum dan kubalas dengan
anggukan kepala. Lalu entah kenapa, di tengah-tengah
mereka, ada dia, yang berdiri tegap, memandangiku.
Setelah berangsur sepi, dia berjalan menghampiriku.
“Rasanya, saya dituntun oleh cahaya bulan untuk datang
ke sini menemui kamu,” katanya sambil tersenyum.
Laki-laki yang bernama Karlos, telah berusaha mendekati
aku selama dua minggu terakhir. Dia bekerja di sebuah
kantor biro iklan tepat di samping kampus ini. Kami berdua
saling diperkenalkan oleh sahabatku Jeni yang juga
sahabatnya.
“Bulannya ada di sini,” balasku sambil merapikan buku-
buku yang aku bawa ke dalam tasku.
Dia tampak kebingungan dengan perkataanku.
“Bulan yang mana?” dia bertanya keheranan.
“Muka kamu yang kayak bulan, bolong bekas jerawat,”
jawabku dengan gelak tawa.
Tiga-empat detik kemudian, baru dia ikut tergelak tawa.
“Mentang-mentang kamu cantik,” godanya.
“Setiap perempuan harus cantik, dong,” balasku.
“Jadi, apakah profesor punya waktu untuk makan siang
bareng?” tanya Karlos sambil berkeras membawakan
tasku.
156