Page 159 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 159
Kami berdua melangkah keluar dari ruangan.
“No, Karlos. Aku harus melanjutkan pekerjaanku di
ruangan,”
“Istirahatlah sejenak, prof. Lari sejenak dari kesibukan,
plissss,” desak Karlos.
Ini adalah upaya kesekian dia mengajakku keluar.
Sayangnya aku orang yang memprioritaskan pekerjaan,
target jurnal penelitianku harus selesai dan tidak bisa
ditunda. Malas adalah perilaku yang merugikan.
“Mungkin di hari Minggu ya. Aku benar-benar tidak bisa,”
kataku sambil mengambil tasku dari genggamannya.
“Janji?” tanya Karlos.
“Aku usahakan. Sampai nanti ya,” aku berlalu
meninggalkannya, masuk ke ruangan kerjaku.
Aku bersandar di balik pintu. Menghela napas. Sejujurnya
aku suka dengan Karlos. Setiap perempuan pasti bahagia
dengan perasaan seperti itu, dikejar-kejar oleh seorang
laki-laki yang mendambakannya. Jantungku saja
berdebar-debar setiap melihat wajahnya, jenggot yang
dicukur klinis, serta sikapnya yang penuh pengertian.
Tetapi aku juga ingat pernah membaca di suatu artikel,
bahwa seorang perempuan harus bisa tidak terlihat
‘murahan’ ketika berhadapan dengan laki-laki yang
menyukainya. Play hard to get. Katanya laki-laki suka
dengan sikap seperti itu.
157