Page 236 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 236
“Rohaniawan? Nak Rio, protokol eksekusi pidana mati
memang mewajibkan bimbingan seorang rohaniawan
sebelum berlangsungnya eksekusi. Maksud saya
permintaan terakhir seperti bertemu seseorang, atau
makanan yang ingin disantap kali terakhir, atau menonton
suatu film.”
“Aku hanya ingin seorang rohaniawan yang bisa
menemani aku berdoa untuk kali terakhir, pak, di malam
sebelum eksekusi. Itu saja cukup.”
“Baik, nak Rio. Saya akan coba bantu sampaikan ke
petugas kejaksaan nanti. Bagaimana kalau seorang
pastor? Apa nak Rio keberatan?”
“Terserah, pak. Bukan agamanya yang aku cari. Maaf,
pak.” Kataku.
Pak Hartono hanya diam mendengarkan jawabanku.
Tidak ada kata-kata yang tepat yang terpikirkan olehnya
untuk disampaikan kepadaku. Mungkin dia tidak
menyangka, seorang terpidana mati tidak berusaha untuk
membela hak-haknya. Mungkin juga dia kecewa, sebab
keinginan terakhir si terpidana mati bukan menghabiskan
waktu bersama ibunya, tetapi justru bersama seorang
rohaniawan.
*
Ibu menatapku dengan sedih. Sempat aku biarkan air
matanya tumpah, tangisannya meledak selama beberapa
menit. Beberapa kali, kedua tangannya memukul dadaku,
dia memohon aku merubah keputusanku membatalkan
234