Page 231 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 231
Dia sudah menyiapkan sebuah sisir, gunting, serta pisau
dan krim cukur.
Dengan ditemani Lastri, ibuku menggunting rambutku
yang panjang, merapikannya, lalu mencukur kumis serta
cambang yang mulai lebat di wajahku. Dia melakukannya
dengan telaten, memastikan bahwa aku terlihat rapi dan
bersih.
Pada kunjungannya yang ke lima, ibu tidak datang. Hanya
ada Lastri. Dia duduk diam memandangiku selama hampir
setengah jam lamanya. Beberapa saat kemudian, dia
tidak bisa menahan emosinya, ekspresi wajahnya
memerah, matanya berkaca-kaca dan sesekali tangannya
terkepal kuat.
“Kenapa, Lastri?” tanyaku.
“Kamu tidak penasaran kenapa pengadilan hanya
memberikan surat pengantar bebas kunjungan ke ibu
kamu untuk tujuh hari saja?”
“Dari wajahnya yang pucat serta kantung matanya yang
menebal, aku tahu kalau dia kelelahan dan mungkin
sedang sakit, Lastri,” jawabku.
“Saya tidak mengerti dengan sikapmu maupun sikapnya.
Kalian sama-sama berbohong! Kamu juga tidak pernah
memberitahu dia bahwa kamu sudah menandatangani
surat pernyataan menolak bermohon grasi. Kenapa,
Rio?!” katanya dengan nada marah.
229