Page 242 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 242
Begitu aku melangkah keluar dari ruangan selku, pak
Subar merangkul pundakku, mengajakku berjalan
berdampingan.
“Kamu yang sabar ya, Rio,” katanya.
“Pastor Bernard sudah menunggumu di ruang kunjungan.”
Aku hanya membalas perkataan pak Subar dengan
anggukan. Tengah malam aku dibangunkan untuk
memenuhi permintaan terakhirku. Bertemu dengan
seorang rohaniawan, lalu berdoa untuk kali terakhir,
sebelum aku ditembak mati sebentar subuh.
“Anak-anak semua titip salam dan doa untuk kamu, Rio.
Terutama sahabat kamu Roni,” kata pak Subar.
“Terima kasih, pak Subar,” balasku sambil tersenyum.
Aku dipersilakan masuk ke ruangan kunjungan khusus. Di
situ, seorang lelaki yang tingginya sama dengan diriku,
mengenakan pakaian seperti jubah panjang berwarna
hitam, berkacamata, serta rambutnya tampak sedikit
bergelombang, penuh dengan uban. Lelaki itu menyapaku
dengan senyum, dan mempersilakan aku duduk.
“Saya pastor Bernard,” katanya sambil menjabat
tanganku.
Sambil duduk, tatapanku terpaku pada untaian manik
yang terbuat dari logam berwarna perak dengan salib
yang menjuntai di bagian tengahnya.
240