Page 254 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 254

Beberapa  wanita  paruh  baya  menghampirinya  sambil
            menawarkan  jasa  sewa  kursi  atau  minuman,  tetapi
            ditolaknya sambil tersenyum.

            Karma memutuskan berjalan menyusuri para pelancong
            pantai yang tersebar di seisi  pantai; ada yang duduk di
            kursi malas beralaskan payung, menggelar handuk atau
            kain di hamparan pasir pantai dan berbaring malas, juga
            ada yang  asyik bermain dengan air laut, entah sekadar
            berbasah ria, berenang, atau berselancar.

            Karma memilih sebuah tempat yang dirasakannya cocok,
            tidak  terlalu  ramai,  lalu  duduk  seketika,  sambil
            membiarkan    celana   pendeknya   bersatu   dengan
            hamparan  pasir  pantai  yang  cukup  lembab.  Dia
            mengeluarkan  headset  dari  saku  celananya,  lalu
            menghubungkannya  ke  telepon  genggamnya,  sambil
            memilih sederet daftar lagu yang ingin didengarkannya.

            “Duduk menunggu senja juga ya,” tegur suara itu.

            Karma  menoleh  pada  si  empunya  suara,  seorang
            perempuan berambut panjang sebahu, warnanya pirang
            kecoklatan,  kulitnya  yang  kuning  tampak  mulai  gelap,
            nyaris  gosong  akibat  terpaan  sinar  matahari  yang
            diakuinya cukup ekstrim di kota itu.

            “I thought you are not Indonesian,” balas Karma.

            “Dan  begitulah  kita  sering  terbiasa  menilai  orang  dari
            penampilan luarnya saja kan?” sahut si perempuan.

            Dia duduk di atas selembar handuk putih, dekat dengan
            tas  kecilnya  yang  berisikan  sehelai  baju  kaus  berwarna
                                     252
   249   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259