Page 107 - Sejarah Peradaban Maritim_eBook
P. 107
Strategi pertama adalah pendirian benteng- Walaupun pemeritah kolonial membangun rute
benteng kecil di jalan utama keluar dari Limapuluh pelayaran di Pekanbaru dan Taratakbulu melalui
kota dan sekitarnya. Strategi kedua adalah Sungai Siak dan Sungai kampar pada tahun 1873,
mengadakan perjanjian dengan para sultan yang hal tersebut tidak banyak mempengaruhi keadaan.
berkuasa di dekat muara-muara sungai di Pantai Apa yang terjadi justru semakin seringnya penduduk
Timur Sumatera. Perjanjian pertama dengan Sultan menjalin hubungan dagang dengan pedagang Arab
Jambi mengenai jalur perdagangan di perairan dan Tionghoa terlebih untuk komoditi garam.
202
Sungai Batanghari pada November 1833, dan dengan Selanjutnya pemerintah kolonial Hindia Belanda
Sultan Inderagiri mengenai jalur dagang di perairan kembali memblokade jalur perdagangan di perairan
Sungai Inderagiri di tahun yang sama. 200 Riau. Pada tahun 1882, Sungai Inderagiri ditutup
dengan kapal perang Belanda sehingga kegiatan
Akibatnya para pedagang kopi Minangkabau ekspor impor ke Semenanjung Malaya dan Singapura
yang berdagang di hilir sungai-sungai Riau terhenti. Sebagai dampaknya, banyak pedangang
mengalami kemunduran. kegiatan ekspor impor dari Tionghoa dan Arab yang tinggal di Rengat
para pedagang tersebut ke Penang dan Singapura juga meninggalkan Inderagiri. Blokade yang dilakukan
menurun. Para pedagang di Singapura dan Penang Belanda sungguh menyusahkan para pedagangan
juga mengeluhkan hal yang sama dimana impor termasuk pedagang Melayu Riau. Namun karena
pada 1836 dan 1837 mengalami penurunan menjadi kesulitan yang terjadi dan aktivitas ekonomi yang
8.000 pikul kopi. Jumlah tersebut sudah merupakan terhenti maka pemerintah kolonial menghentikan
gabungan impor dari kedua kota pelabuhan. blokade yang berlangsung sejak Maret hingga
201
Akibat selanjutnya dari kebijakan van den Bosch September 1882. 203
adalah pos-pos dagang di Pantai Timur Sumaterat
ermasuk di Sungai kampar, Siak dan Indragiri Pada tanggal 26 Januari 1888, pemerintah
ditinggalkan. Walaupun kegiatan perdagangan kolonial menandatangani beberapa perjanjian
mengalami penurunan, namun tetap ada pedagang dagang dengan sultan yang berkuasa di Riau.
Minangkabau dan Melayu yang menjalin hubungan Perjanjian itu terdiri dari pemungutan cukai oleh
dagang dan melakukan ekspor impor dengan Belanda, baik untuk perniagaan, perusahaan, dan
Singapura dan Penang. pribadi. Belanda juga memungut cukai untuk
perkebunan, surat izin, dan pajak perorangan. Pajak
Tidak dapat dipungkuri bahwa keberadaan terkahir dikenakan terhadap para pedagang sagu
pemerintah Hindia Belanda dan kesultanan di yang melakuan ekspor. Sekali lagi, perekonomian
204
Riau mendatangkan konflik. Gesekan tersebut telah di Riau menjelang abad ke-20 mengalami stagnasi
terjadi sejak masa VoC. Penyebabnya beragam karena intervensi Belanda yang masif.
mulai dari pihak Belanda turut campur dalam
pemerintahan, tuntutan bea ekspor dan impor Sementara itu, hubungan dagang Riau dengan
yang tinggi, adu domba yang terjadi di lingkungan Singapura semakin tak terhindari, seperti halnya
keluarga kerajaan, hingga pemberontakan rakyat. Di yang terjadi di Jambi. Para pedagang Bugis,
bidang perekonomian, konflik sering terjadi antara Tionghoa, Melayu, dan juga Arab yang berada di
para pedagang Tionghoa dan perusahaan dagang Riau lebih memilih untuk menjual komoditinya ke
Belanda yang ada di Riau. Jaringan dagang yang Singapura secara langsung. Perkebunan karet juga
sudah terbentuk antara pedagang Tionghoa di Riau menjamur di wilayah Riau, sehingga ketika terjadi
dengan orang Tionghoa di Singapura menyebabkan boom pada 1925-1929, Riau juga merasakan
kerugian di pihak pemerintah Hindia Belanda. dampaknya. Tetapi, dampak itu tidak menyeluruh
106