Page 159 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 159
Pemikiran Agraria Bulaksumur
“Lalu musibah menimpa tetangga saya, Pak Merto, yang saya kenal
dengan baik, seorang buruh tani yang men-deres kelapa. Dia kena flu dan
penyakit yang relatif sederhana itu membawa malapetaka. Penyakit flu
itu ternyata luks untuk orang miskin. Tak sembuh dengan pengobatan
rumah dan pengobatan dukun, dia pergi berkonsultasi dengan dokter di
Bantul. Ongkosnya Rp. 25o, sedangkan pendapatanya per hari hanya Rp.
40. Sudah habis Rp. 1300 pengeluaranya tetapi penyakitnya tidak sembuh
juga. Lalu dia meminjam Rp. 700 kepada tetangga sebelah selatan rumah
kami dan dihitung hutangnya 20 kg gula. Harga gula di pasar (waktu itu)
Rp. 52.50/kg…peristiwa lainya; seorang mbah yang tidak makan siang dan
makanan yang ada untuk cucunya; responden itu meneteskan air mata
ketika ditanyakan berapa lama memakan nasi dalam setahun, ternyata
dia kehabisan bahan makanan dan tidak tahu apa yang akan dimakan
pada hari itu…” 75
Temuan ini juga mendapat respon yang kurang simpatik,
malahan Masri dituduh membesar-besarkan masalah kemiskinan
dan ditafsirkan dapat merongrong pemerintah, dan dituduh
pesimis terhadap pembangunan di Indonesia. Bahkan banyak ahli
ekonomi yang tidak percaya terhadap keadaan di Sriharjo itu.
Tetapi lambat laun orang percaya setelah terjadi peristiwa di Jawa
Barat di mana penduduk makan enceng gondok di saat musim
paceklik. 76
Respon publik yang demikian itu tidak mengherankan dan
menunjukkan tiga hal. Pertama, dunia penelitian di Indonesia pada
saat itu masih sangat didominasi oleh pendekatan kuantitatif.
Kedua, kebanyakan riset yang dilakukan adalah riset-riset yang
menggunakan survey dalam skala besar. Dalam riset seperti itu
pendekatan utamanya adalah etik di mana peneliti membawa
74 Ibid., hlm. 7.
75 Ibid., hlm. 8.
76 Ibid.
140