Page 300 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 300
Mubyarto dan Ilmu Ekonomi yang Membumi
mereka sedang merongrong otoritas tunggal yang bisa menafsir
Pancasila, yaitu pemerintah sendiri. Tak heran, meski sempat
ramai diperbincangkan sepanjang tahun 1981, gagasan Ekonomi
Pancasila kemudian seperti balon kempes. Itulah yang kemudian
membuat kenapa gagasan hanya identik dengan nama Mubyarto.
Tendensi untuk menolak keberlakuan teori ekonomi Barat
di Indonesia sejatinya bukanlah merupakan fenomena baru tahun
1980-an. Sejak masa kolonial, beberapa sarjana Belanda yang
mengkaji perekonomian Hindia, juga telah melemparkan sejum-
lah keraguan atas kemampuan teori ekonomi konvensional dalam
menjelaskan dinamika perekonomian di tanah jajahan. Tesis
mengenai “Ekonomi Dualistis” (Dual Economies) sebagaimana
yang diajukan oleh Julius Herman Boeke (1884-1956) pada awal
abad ke-20, bisa jadi merupakan pintu awal bagi munculnya
gagasan mengenai teori baru bagi ilmu ekonomi di Indonesia,
yang waktu itu masih bernama Hindia Belanda. Dalam diserta-
sinya yang ditulis pada 1910, Tropisch-Koloniale Staathuishoudkunde:
Het Probleem (Masalah Perekonomian Kolonial Tropik), Boeke pertama
kali mengintrodusir tesis mengenai ekonomi dualistis. Dari sudut
ekonomi, menurut Boeke, sebuah masyarakat dapat ditandai oleh
tiga unsur, yaitu semangat sosial (social spirit), bentuk organisasi, dan
teknik yang mendominasinya. Ketiga unsur ini saling berkaitan dan
dalam kaitannya itu menentukan ciri khas dari masyarakat ber-
sangkutan, yang disebut sebagai sistem sosial. Dalam sebuah
masyarakat dimana pada waktu yang bersamaan memiliki dua
atau lebih sistem sosial, dan tiap sistem itu berbeda satu sama
lain, disebut masyarakat dualistis atau masyarakat plural (plural
societies). Ekonomi dualistis merupakan implikasi dari sistem
sosial yang juga bersifat dualistis. Dalam perekonomian yang ber-
sifat dualistis, sebagaimana yang ada di Hindia Belanda, maka
281