Page 39 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 39

Pemikiran Agraria Bulaksumur
            sama-sama menjadi guru. Mereka menikah di Yogya tahun 1948,
            di sela-sela suasana perang kemerdekaan. Sebab itulah mereka
            dijuluki dengan “Pengantin Revolusi”. Keduanya dikaruniai dua
            anak, laki-laki dan perempuan bernama Nimpoeno dan Roeswati.
                Sartono melanjutkan kuliah ke Fakultas Sastra UI pada tahun
            1950. Sembari kuliah Sartono mengajar di SMA, sementara istrinya
            mengajar di sebuah SMP. Gelar sarjana diperoleh enam tahun
            kemudian, 1956. Sebelum terkenal sebagai guru besar Universi-
            tas Gadjah Mada, Sartono semula adalah peneliti di Majelis Ilmu
            Pengetahuan Indonesia (sekarang LIPI). Ia bekerja di lembaga
            ini sampai tahun 1962. Kemudian ia meneruskan studi ke Yale
            University, New Haven, Amerika, di bawah bimbingan Harry J
            Benda. Atas rekomendasi pembimbingnya itu, Sartono kemudian
            melanjutkan studi ke Amsterdam Universiteit guna mengambil
            program doktor di bawah bimbingan Prof. W.F. Wertheim. Ia
            menulis disertasi tentang pemberontakan petani Banten dengan
            memperoleh predikat summa cumlaude. Gelar Doktor dipero-
            lehnya pada 1 November 1966. Selama masih berada di Belanda
            itulah, pada tahun 1963 ia diangkat sebagai guru besar Universi-
            tas Gadjah Mada, dengan menyajikan pidato yang dikirim secara
            tertulis berjudul, “Catatan tentang Segi-segi Mesianistis dalam
            Sejarah Indonesia”. 3
                 Dalam tulisan ringkas tentang Sartono ini, akan disajikan
            pemikiran-pemikirannya terutama tentang kajian sejarah dan
            agraria, dan beberapa pembacaan ulang terhadapnya. Tulisan ini
            sengaja tidak menyajikan gambaran biografi beliau secara lebih



                  Naskah pidato ini disajikan kembali dalam Lembaran Sedjarah, no 7 Juni
                3
            1971, sie. Penelitian Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Univer-
            sitas Gadjah Mada

            20
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44