Page 42 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 42

Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
                   “Apabila historiografi kolonial mencantumkan sejarah Indonesia hanya
                   sebagai ‘perpanjangan’ dari sejarah bangsa Belanda di seberang dan tokoh-
                   tokoh Belanda yang memegang peranan, maka dalam merekonstruksi
                   sejarah Indonesia sebagi sejarah nasional sudut pandang yang Eropasentris
                   ataupun Neerlandosentris itu diganti dengan pandangan yang menem-
                   patkan Indonesia sebagai tempat kejadian serta di mana bangsa Indone-
                   sia sendiri yang memegang peranan. Pandangan ini telah lazim kita sebut
                   Indonesiasentrisme. Implikasi metodologis dari Indonesiasentrisme ini
                   ialah bahwa untuk periode penjajah kita perlu memusatkan perhatian
                   pada sejarah regional/lokal dengan maksud untuk menonjolkan peranan
                   bangsa Indonesia sendiri, oleh karena pada masa itu peristiwa-peristiwa
                   pada tingkat ‘nasional’ sudah barang tentu terutama berkisar seputar
                   tokoh-tokoh kolonial.” 6
                   Sejarah lokal selama ini didefinisikan sebagai suatu locality
               atau “tempat, ruang”. “Jadi, ‘sejarah lokal’ hanyalah berarti sejarah
               dari suatu ‘tempat’, suatu ‘locality’, yang batasannya ditentukan
               oleh ‘perjanjian’ yang diajukan penulis sejarah.”  Sejarah lokal
                                                         7
               hanya dilihat sebagai ruang spasial, padahal semestinya ia juga
               dilihat sebagai dimensi dan perjumpaan. Lokalitas itu biasanya
               dihadapkan pada konteks nasionalitas, sebagaimana dinyatakan
               dalam sebuah kritik, “…Sementara itu sejarah nasional tidak lain
               hanya merupakan representasi politis dari sejarah lokal dalam
               bingkai dimensi keruangan baru……(padahal) Sejarah ekonomi
               lokal bukan sejarah ekonomi nasional di tingkat lokal”.  Jika
                                                                 8
               kalimat pertama diikuti, ini mengingatkan pada pandangan Ki



                   6  Ibid., hlm 39
                   7  Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
               University Press,1996 ), hlm. 15.
                   8  Bambang Purwanto, “Dimensi Ekonomi Lokal dalam Sejarah Indone-
               sia”, dalam Sri Margana dan Widya Fitrianingsih (ed.), Sejarah Indonesia:
               Perspektif Lokal dan Global (Persembahan 70 tahun Prof. Djoko Suryo), (Yogya-
               karta: Jurusan Sejarah UGM dan Penerbit Ombak, 2009), hlm. 496 dan 497

                                                                   23
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47