Page 108 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 108
terdampak pengadaan tanah. Sifat sentralistik yang dibangun
ini juga berimplikasi terhadap diabaikannya aspirasi para warga
yang sebagian besar sebagai petani. Sikap arogansi para birokrat
yang merasa berkuasa di masa itu ditunjukkan melalui berbagai
tahapan dalam pengadaan tanah dengan melibatkan unsur
militer untuk memberikan tekanan bahkan paksaan kepada
masyarakat. Ketakutan untuk bersuara di media massa dan
sistem politik/kekuasaan yang mengekang suara masyarakat
justru seringkali mengakibatkan dibangunnya komentar di
media massa yang justru memojokkan masyarakat. Hal
inilah yang mengakibatkan sejumlah masyarakat melakukan
penolakan dan pemberontakan menolak pembangunan waduk
Kedungombo (Wibowo 2014; Novandi 2019).
Pelaksanaan pembebasan tanah pada pembangunan
waduk Kedungombo ini dari berbagai kajian menunjukkan
terjadinya penyimpangan terhadap peraturan perundang
undangan yang ditetapkan salah satunya tidak sesuai dengan
PMDN Nomor 15 Tahun 1975 dimana pada salah satu pasal
yakni pasal 9 menyebutkan bahwasanya: ‘Pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
dilaksanakan dengan musyawarah, yang bertujuan untuk
mencapai kesepakatan mengenai penyerahan tanahnya dan
bentuk serta beserta imbalan’. Namun di dalam praktiknya terjadi
beberapa penyimpangan diantaranya dibuktikan pada tahap
pengukuran dan pendataan tanah masyarakat yang terkena
proyek tidak dilakukan dengan prosedur yang transparan.
Selain itu dalam menghitung besarnya nilai ganti kerugian
hanya dilakukan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan,
dan ditiadakannya musyawarah dengan masyarakat terkait
ganti kerugian (Wibowo 2014).
Perkembangan Pengadaan Tanah di Indonesia 79