Page 112 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 112
peluang bahwasanya pengadaan tanah dapat dilakukan
melalui mekanisme jual-beli, tukar-menukar atau dengan cara
lain yang disepakati sukarela oleh pihak yang berkenaan.
Pengaturan terkait bentuk ganti rugi juga diperluas tidak hanya
dalam bentuk uang semata, namun dapat pula berupa tanah
pengganti, pemukiman kembali ataupun kombinasi yang
disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Beberapa kajian menyebutkan bahwasanya kehadiran
Keputusan Presiden Nomor 55/1993 ini masih memberikan
legitimasi kedudukan negara sebagai pemilik atas tanah.
Dimana dalam praktiknya beberapa pengadaan tanah yang
dilaksanakan posisi tawar terhadap nilai ganti rugi masih
menguatkan pihak instansi yang membutuhkan tanah sehingga
masyarakat sebagai pemegang hak memiliki posisi tawar
yang rendah. Keppres 55/1993 juga masih mengacu terhadap
UU No. 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Kak Atas
Tanah, dimana pengaturan terhadap para pemegang hak atas
tanah apabila tidak bersedia menerima ganti rugi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah maka dapat mengajukan banding
ke pengadilan tinggi, meskipun di dalam praktiknya ketika
masyarakat mengajukan proses banding maka hal tersebut
tidak akan menghentikan pencabutan hak atas tanah.
Dalam konteks ini maka selama masa pemerintahan/
kepemimpinan Presiden Soeharto tahapan dan implementasi
pelaksanaan pengadaan tanah masih menerapkan konsep
Staatsdomein (hak milik negara atas tanah) sebagaimana
konsep yang diterapkan pada masa pemerintahan Hindia-
Belanda (Ismail 1994). Sementara di dalam UUPA secara tegas
konsep staatsdomein ini secara tegas telah ditolak dimana
Perkembangan Pengadaan Tanah di Indonesia 83