Page 117 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 117
UU ini memberikan nafas baru dimana secara substansi
memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena
pengadaan tanah terutama bagi para pihak yang berhak atas
ganti kerugian, meskipun mungkin dalam implementasinya
masih terdapat pula pelanggaran-pelanggaran di dalam
pelaksanaannya (Surono 2016). Namun dari beberapa kajian
yang dilakukan masih terdapat kelemahan di dalamnya yakni
masih terlalu luasnya arti kepentingan umum yang dijelaskan
dalam UU ini, serta pengaturan mengenai bentuk dan dasar
dalam perhitungan ganti rugi/ganti untung yang diberikan
masih berupa kerugian fisik yakni tanah, bangunan dan
tanaman yang ada di atasnya, sementara kerugian non fisik
yakni aspek sosiologis yang dialami oleh pemilik tanah belum
diperhitungkan dan belum diatur secara detail dalam UU ini
(Dotulong 2016). Peraturan pelaksana terhadap UU Nomor
2 Tahun 2012 berupa Perpres Nomor 40 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Dan untuk pelaksanaannya maka
Kementerian ATR/BPN menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
Salah satu poin yang menjadi sorotan dan kritik terhadap
UU Nomor 2 Tahun 2012 ini ialah upaya yang dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa/konflik maupun ketidaksepakatan
warga terhadap nilai ganti kerugian ialah melalui bentuk
konsinyasi. Soemardjono memberikan kritik bahwasanya
cara penyelesaian yang dilakukan dalam bentuk konsinyasi
ini kurang tepat. Karena secara konsep di dalam Pasal Kitab
Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan penggunaan
88 Pengadaan Tanah di Indonesia dan Beberapa Negara dari Masa ke Masa