Page 50 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 50
tersebut dalam pasal 1“Agrarischs Besluit” (Staatsblad 1870 No.
118); b. “Algemene Domeinverklaring” tersebut dalam Staatsblad
1875 No.119A; c. “Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut
dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874 No.94f; d. “Domeinverklaring
untuk keresidenan Menado” tersebut dalam pasal 1 dari
Staatsblad 1877 No.55; e. “Domeinverklaring untuk residentie
Zuider en Oosterafdeling van Borneo” tersebut dalam pasal 1
dari Staatsblad 1888 No.58.
Sistem dan mekanisme pengaturan terhadap penguasaan
tanah pada masa penjajahan ini tentunya melanggar prinsip
yang ditetapkan dalam hukum adat yang sebelumnya telah ada
(Soemardjono, 2005). Pemberlakuan hukum barat pada masa
penjajahan Pemerintah Hindia Belanda tersebut berimplikasi
terhadap skema penerapan terhadap tanah yang tidak memiliki
hak menjadi tanah negara dan mengakibatkan seluruh tanah
adat termasuk tanah hak ulayat masyarakat hukum adat serta
tanah-tanah yang tidak memiliki bukti hak privat/perseorangan
atau badan hukum swasta menjadi milik Pemerintah Hindia-
Belanda.
Penguasaan tanah di masa itu mencakup hampir
sebagian besar wilayah Indonesia yang akhirnya dipegang
oleh Pemerintah Hindia Belanda dan terhadap tanah-tanah
tersebut, maka tidak dapat digunakan untuk kepentingan
umum (masyarakat pribumi) melainkan sebagian besar tanah
tersebut hanya dapat digunakan untuk kepentingan penjajah/
kolonialisme. Luasnya tanah yang tidak dapat dibuktikan
kepemilikannya oleh masyarakat pribumi tersebut berimplikasi
terhadap menguatnya kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda
serta meningkatnya kekayaan para penjajah (Kusumadara,
Perkembangan Pengadaan Tanah di Indonesia 21