Page 54 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 54

pada  tahun  1839  dikeluarkan  peraturan  tentang  larangan
           penyewaan  tanah-tanah  telantar  kepada  golongan  partikelir,
           sehingga  akses  pengusaha  perkebunan  swasta  terhadap
           tanah  menjadi  terbatas  (menyempit).  Dalam  perkembangan
           berikutnya, larangan  penyewaan tanah  telantar  tersebut
           dicabut tahun 1853,  berkat perjuangan golongan berjuis  di
           negeri  Belanda. Selanjutnya  Pasal  62  Regerings Reglement
           (RR) 1854 tentang Izin Penyewaan Tanah-Tanah Terlantar oleh
           Pengusaha Perkebunan Swasta dinyatakan:

           1.  Gubernur  Jenderal,  tidak  boleh  menjual  tanah  (menjadi
               tanah partikelir);

           2.  Dalam larangan  itu  tidak  termasuk bidang-bidang tanah
               kecil untuk bangunan perluasan kota dan industri;
           3.  Gubernur Jenderal dapat  menyewakan tanah  dengan
               Peraturan  perundang-undangan.  Tanah-tanah  yang telah
               dibuka  dan  dikerjakan  rakyat  atau  tanah  pangonan  atau
               untuk keperluan umum (kepentingan umum) lainnya yang
               termasuk dalam desa, tidak boleh disewakan.

               Pengaturan  tentang  izin  ini  dimuat  dalam  Algemeene
           Maatregel Van  Bestuur  (AMvB), yang diundangkan  berdasar-
           kan  Staad Blaad  (S) 1856-1864.  Dalam Koninklijk  Besluit  7
           November 1856,  ditegaskan  bahwa  persewaan  diberikan
           jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dikecualikan untuk tanaman
           kelapa dan hak sewa tidak dapat dibebani hipotek.

               Kondisi ini sejalan dengan tujuan politik dan ekonomi liberal
           pada masa itu, dimana sistem monopoli pemerintahan kolonial
           sangatlah  kuat  dalam  melakukan  ekspansinya,  sehingga
           lahirnya Agrarische Wet pada tahun 1870 (diundangkan dalam




                                     Perkembangan Pengadaan Tanah di Indonesia  25
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59