Page 55 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 55
Staatblad 1870 Nomor 55 tanggal 9 April 1870 yang tujuannya
hanya semata-mata untuk memuluskan jalan bagi pemodal
asing dalam menginvestasikan modalnya di sektor perkebunan
di Indonesia dengan komoditas utama di Pulau Jawa berupa
kopi, tembakau, teh, karet, kina dan kelapa, sementara di Pulau
Luar Jawa komoditas utamanya berupa kelapa sawit, karet dan
tembakau (Sudrajat, 2019).
Agrarische Wet 1870 merupakan rumusan Menteri Tanah
Jajahan van der Putte, yang memberikan jaminan yaitu
melarang dilanggarnya hak-hak rakyat dan pemilikan tanah
diberikan jaminan. Undang-Undang (UU) atau Wet tersebut juga
mengakhiri sistem tanam paksa, karena diperkenankannya
perkebunan besar partikelir berdasarkan hak Erfpacht selama
75 (tujuh puluh lima) tahun. Pada masa ini, Adrian Sutendi,
(2007: 6-7) khusus mengenai prinsip kepentingan umum telah
mendapat perhatian dan dilakukan pengaturan secara tersurat
dalam Pasal 51 Indische taatregelling (IS) 1925, dengan
menambah ayat, yaitu semula di Pasal 62 Regerings Reglement
(RR) terdiri dari 3 ayat, kemudian ditambah [menjadi] 5 ayat,
sehingga menjadi 8 ayat. Pada intinya pengambilan tanah milik
rakyat untuk kepentingan umum oleh Pemerintah mengandung
misi dan dibenarkan manakala didasarkan pada alasan
kepentingan umum saja sebagaimana diatur dalam Pasal 62
ayat (6) Regerings Reglement (RR) 1854. Dengan demikian,
sejak diberlakukannya ketentuan penambahan 5 (lima)
ayat dalam Pasal 62 RR, maka dimulailah penyelenggaraan
politik agraria yang baru, yaitu memberikan peluang kepada
perusahaan besar swasta untuk menguasai tanah-tanah yang
diperlukan, dan Pemerintah memberi jaminan perolehannya
serta memberikan haknya dengan hak erfpacht yang berjangka
26 Pengadaan Tanah di Indonesia dan Beberapa Negara dari Masa ke Masa