Page 53 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 53
Pemerintah Belanda agar perjanjian-perjanjiannya dengan
raja-raja di wilayah Pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia)
tetap berlaku dan mengikat. Akan tetapi, permintaan jaminan
Inggris tersebut ditolak oleh Komisi utusan Belanda, sehingga
Liutenant Gouverneur John Fendal (pengganti Gouvernur
Jendral Raffles) beserta stafnya kala itu baru meninggalkan
Pulau Jawa pada tanggal 29 Juli 1817. Sejak itu Pemerintah
Kolonial Belanda mulai menduduki kembali Hindia Belanda.
Namun demikian, Pemerintah Hindia Belanda yang
meneruskan estafet Pemerintah Inggris, tetap melakukan
penjualan tanah kepada partikelir (swasta). Sementara
rakyat sebagai pribumi dibebani kewajiban membayar sewa
atau pacht, yang kemudian diubah sifatnya menjadi pajak
bumi. Dengan adanya perlawanan masyarakat yakni perang
Diponegoro di Pulau Jawa yang berlangsung dari tahun 1830-
1835, pemerintah kolonial Belanda memerlukan pembiayaan
yang cukup besar. Peperangan yang berlangsung cukup
lama dan cukup besar tersebut mengakibatkan terkurasnya
keuangan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu, akhirnya
pada tahun 1830 oleh Gouvernur Jenderal van Den Bosch mulai
diberlakukanlah Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) yang
menggantikan Sistem Landrente yang semula diberlakukan
oleh Raffles-Pemerintahan Inggris.
Asas domain atas tanah yang pernah diterapkan oleh
Gouvernur Jenderal Raffles dan Gouvernur Jenderal sebelumnya,
tetap dipertahankan oleh Guovernur Jenderal van Den Bosch.
Bahkan prinsip tersebut dikuatkan dan dituangkan dalam Pasal
62 Regerings Reglement (RR) 1836 yang menyebutkan bahwa
Pemerintah masih dianggap sebagai pemilik tanah. Meskipun
24 Pengadaan Tanah di Indonesia dan Beberapa Negara dari Masa ke Masa