Page 101 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 101

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA


                        keluar. Namun, istilah ini biasanya dipakai orang di dunia mistik: di
                        sana  keadaanya memang serba  terbalik  dengan  keadaan  hidup  di
                        dunia ini.
                        Pendek  kata:  janganlah  mabuk  kebudayaan  kuno,  tetapi  jangan
                        mabuk kebaratan juga. Ketahuilah dua-duanya, pilihlah mana yang
                        baik  dari  keduanya  itu,  supaya  kita  bisa  memakainya  dengan
                        selamat  di  hari  yang  akan  datang  kelak.  Inilah  tugas  berat  untuk
                        penganjur kita yang mau memperhatikan nasib bangsa kita, bangsa
                                      19
                        Indonesia kelak.


                       Polemik  kembali  terjadi.  Polemik  kedua  ini  tidak  lagi  terkait
                padangan tentang persoalan kebudayaan, tapi pada persoalan pendidikan.
                Polemik  ini  terjadi  antara  bulan  Oktober  1935  sampai  April  1936  dan
                melibatkan beberbagai tokoh-tokoh pergerakan nasional, di antaranya, Dr.
                Soetomo, Tjindarbumi, Adinegoro, Dr. M. Amir, dan KH Dewantara. Seperti
                pada polemik sebelumnya, Sutan Takdir yang memulai terjadinya polemik
                ini, dengan esainya yang berjudul “Semboyan yang Tegas, Kritik terhadap
                Pre Advice National Onderwejs Congres”. Sutan Takdir tidak puas dengan
                hasil  Kongres  Pendidikan  Nasional  yang  diadakan  pada  tanggal  8-9    Juni
                1935 di Solo. Meskipun mengapresiasi terjadinya kongres tersebut, ia juga
                memberikan  kritik  tajam  terhadap  hasil  kongres  tersebut  yang  dinilainya
                anti-intelektualisme,   anti-individualisme,   anti-egoisme,   dan   anti-
                materialisme.  Ia  menilai  para  tokoh  yang  memberikan  prasaran  dalam
                kongres  tersebut  terlalu  berhati-hati;  maksudnya  adalah  ketidakberanian
                menerima  gagasan  Barat  yakni  intelektualisme,  individualisme,  egoisme,
                dan materialisme. Sutan Takdir Menulis:
                        Kehati-hatian  yang  saya  maksud  terkait  dengan  masalah  ini  ialah
                        kecenderungan  anti-intelektualisme,  anti-individualisme,  anti-
                        egoisme,  anti-materialisme  yang  mendominasi  isi  pidato  sebagian
                        besar dari pembicaraan itu, bahkan ada yang berlebihan. Tuan Drs.
                        Sigit  menunjukkan  anggapan  bahwa  pengetahuan  ialah  kekuatan
                        bahaya  anarkis  yang  dilahirkan  pikiran  liberal,  bahaya  pendidikan
                        yang individualistis, bahaya terlalu mengedepankan hak individu.

                        Ki  Hajar  Dewantara  berkata,  bahwa  “kecerdasan  pikiran  dan  ilmu
                        pengetahuan  itu  selalu  kuat  berpengaruh  atas  pertumbuhan
                        egoisme dan cinta kebendaan. Ia pun berkata bahwa mengasah



                                                                                 89
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106