Page 102 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 102
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
daya pikir delapan jam di sekolah melahirkan intelektualisme, tapi
menyebabkan terpisahnya sekolah dari kehidupan keluarga, maka
sia-sialah usaha pendidikan budi pekerti dan budi khalayak di ruang
20
keluarga itu.”
Sutan Takdir menilai kongres tersebut tidak mendukung gagasan
Barat tersebut. Padahal, jelas bahwa gagasan tersebut terbukti telah
membuat Barat mencapai kemajuan. Dalam hal ini Sutan Takdir
berpandangan liberal dalam merumuskan konsep pendidikan ideal untuk
bangsa Indonesia. Sementara dalam kongres tersebut beberapa prasaran
memilih mengajukan pola pendidikan tradisional khas Indonesia. Dr.
Soetomo, misalnya, mengajukan konsep pendidikan pondok dan KH
Dewantara mengajukan konsep Taman Siswa. Kedua pendidikan tersebut
sesungguhnya banyak menekankan pada aspek keluhuran budi dan
kehalusan dalam bersikap, selain mengasah kecerdasan. Namun prasaran
yang diberikan para tokoh-tokoh tersebut mendapat kritikan tajam dari
Sutan Takdir. Sutan Takdir beranggapan bahwa para prasaran telah anti
terhadap gagasan Barat dan salah dalam menganalisa dan berfikir.
Menurut Sutan Takdir, terpuruknya bangsa Indonesia lebih
dikarenakan bangsa Indonesia kurang memaksimalkan otaknya. Bangsa ini
hidup laksana parasit yang menempel pada masa silam. Banyak sekali
ikatan-ikatan yang menghambat dalam kecerdasan bangsa Indonesia, baik
itu adat istiadat, takhayul, dan lain sebagainya. Berikut tulisan Sutan Takdir
yang menyinggung masalah terkait :
Kalau kita kaji benar, persoalan bangsa kita bukannya soal
intelektualisme, bukan soal egoisme, dan bukan pula soal
materialisme. Kalau kita analisis masyarakat kita dan sebab-sebab
kekalahan bangsa kita berlomba dengan bangsa-bangsa di dunia,
nyatalah kepada kita bahwa mandeknya, matinya, tiada
bersemangatnya masyarakat bangsa kita karena selama berabad-
abad kurang memakai otaknya, kurang sifat egoismenya, (yang saya
maksudkan dalam arti positif), kurang sifat materialismenya. Dalam
hal kecerdasan berabad-abad bangsa kita menjadi parasit, hidup
kita seperti benalu yang menempel ke masa silam. Bangsa kita tidak
mau mengasah otak, tidak berpikir kreatif, hanya mengikuti arus
kebiasaan.
90