Page 128 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 128

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                Kongres Pendidikan Nasional yang diadakan di Solo pada 8-9 Juni
                1938, di mana dia bertindak sebagai prasaran (pre-advise).

                       Seperti  halnya  K.H.  Dewantara,  Soetomo  senatiasa  menaruh
                perhatian  besar  pada  dunia  pendidikan.  Jika  melihat  jejak  rekam
                dalam  karir  keorganisasinnya,  dari  semasa  pendirian  Budi  Utomo
                sampai  dengan  memimpin  Parindra,  pendidikan  menjadi  salah  satu
                program yang tak pernah luput dari canangannya. Selain itu, ia juga
                sempat melanglang buana keberbagai belahan dunia seperti, Jepang,
                India, Mesir, Belanda, Inggris, Turki dan Palestina. Dalam perjalannya
                tersebut ia banyak mengambil pelajaran dari sejarah dan kebudayaan
                masyarakat di negeri-negeri yang dikunjungi. Hal tersebut dilakukan
                guna  mengkomparasikan  antara  Indonesia  dengan  negeri-negeri
                tersebut,  sehingga  bisa  merumuskan  apa  sekiranya  konsep  bangsa
                dan pola pendidikan yang cocok untuk masyarakat Indonesia.

                       Kembali ke isu polemik kebudayaan, Sutan Takdir Alisjahbana
                adalah  orang  pertama  yang  bertanggung  jawab  terhadap  muculnya
                perdebatan  tentang  bagaimana  masa  depan  bangsa  Indonesia
                dibangun. Sebagai seorang yang berorientasi ke Barat, Sutan Takdir
                tidak setuju dengan hasil Kongres Perguruan Indonesia tersebut, yang
                dinilainya  anti-intektualisme,  anti-egoisme,  anti-individualisme,  dan
                anti-materialisme  yang  merupakan  peroduk  Barat.  Kala  itu  Barat
                memang tengah memasuki awal masa keemasannya, sehingga tidak
                jarang menjadi pesona dan acuan kemajuan peradaban bagi belahan
                dunia lain, termasuk Indonesia.

                       Dalam  tulisannya  yang  berjudul  “Menuju  Masyarakat  dan
                                                                      55
                Kebudayaan Baru” dalam surat kabar Pujangga Baru,  Sutan Takdir
                mengatakan bahwa sejarah Indonesia sebenarnya dibagi menjadi dua
                fase.  Fase  yang  pertama  adalah  fase  jahiliyah  Indonesia  (Pra-
                Indonesia).  Sutan  Takdir  membatasi  tahun  ini  pada  sebelum  tahun
                1900  atau  sebelum  abad  20,  yakni  pada  masa  berdirinya  kerajaan
                feodal dan masa kolonialisme bercokol. Menurut Sutan Takdir, masa-
                masa  tersebut  merupakan  masa  saat  masyarakat  Indonesia  belum
                mengenal  arti  sebuah  bangsa  yang  bernama  Indonesia.  Perjuangan
                pada masa tersebut belum secara sadar mengatasnamakan bangsa



                116
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133