Page 124 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 124
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
lihat dalam pidato Soetomo ketika rapat pertama dalam merumuskan
47
pendrian Budi Utomo. Sehingga, memang agak aneh jika kemudian
Soetomo sendiri kecewa atas asas yang sebenarnya ia rumuskan
sendiri bersama teman-temannya. Namun inilah yang dinamakan
perkembangan intelektual.
Di dalam Studie Club inilah sebenarnya karir politik Soetomo
baru dimulai. Studie Club memang sejak awal dirancang untuk
menjadi wadah bagi forum-forum diskusi para pelajar di Surabaya. Di
organisasi inilah Soetomo aktif menuangkan pikiran-pikirannya dalam
majalah Suluh Indonesia yang terbit bulanan. Di dalam Studie Club ini
Soetomo bersama kawan-kawannya juga banyak melakukan aktivitas
sosial, politik, dan eknomi, semisal mendirikan rumah Pemondokan
48
Perempuan, Sekolah Tenun, dan Bank Nasional.
Studie Club yang didirikan oleh Soetomo memilki hubungan
yang baik dengan beberapa organisasi pergerakan lain, terutama
Sarekat Islam di bawah H.O.S Tjokroaminoto. Sarekat Islam sangat
bersimpati dengan direkrutnya para intelektual setempat dalam
Studie Club. Bagi Tjokroaminoto, Studie Club memiliki corak
perjuangan yang relatif sama, yang enggan untuk bersikap kooperatif
dengan pemerintah kolonial seperti yang dilakukan oleh Budi Utomo.
Hal ini tercermin jelas pada saat ditawarkannya Tjokroamnioto dan
Soetomo dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Keduanya dengan tegas
menolak. Mereka lebih memilih berujuang dengan tidak bekerjasama
dengan pemerintah kolonial, sebab perjuangan yang sesungguhnya
adalah berjuang demi bangsa dan bersentuhan langsung dengan
masyarakat.
Namun rasa simpati kedua organisasi pergerakan ini
nampaknya tidak berlangsung lama. Sarekat Islam yang sebelumnya
bersimpati terhadap Soetomo dengan cepat berubah menjadi
perdebatan-perdebatan. Dalam wawancara sebuah surat kabar,
Soetomo mengatakan bahwa seharusnya jabatan-jabatan
pemerintahan diserahkan oleh polisi, tentara, dan kaum terpelajar
49
saja. Hal ini menuai tanggapan dari para tokoh SI. Para tokoh SI
seperti Agus Salim, Wondosudirdjo, dan Sangaji menganggap bahwa
112