Page 140 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 140

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                menjadi pribadi yang luhur dan memiliki jiwa yang sesuai dengan
                kebudayaan Indonesia.

                       Sebaliknya, Soetomo dengan terang-terangan mencela model
                penddikan  Barat  seperti  HIS,  yang  dinilainya  belum  berhasil
                menyelengarakan pendidikan. HIS gagal mengirm lulusan-lulusannya
                ke tingkat berikutnya. Hanyak sekitar 30 persen dari lulusan HIS yang
                berhasil  melanjutkan  studinya  ke  jenjang  lebih  tinggi.  Inilah  yang
                membuat  pendidikan  model  Belanda  mengalami  kegagalan  total
                dalam  menyelenggarakan  pendidikan  untuk  masyarakat  Indonesia,
                sehingga  tidak  elok  jika  harus  sepenuhnya  menjadikan  pendidikan
                model Belanda sebagai acuan untuk penyelengaraan pendidikan yang
                cocok untuk bangsa Indonesia. Sotomo mengatakan:


                        “HIS Saya cela sekaras-kerasnya. Saya umpamakan racun bagi
                        anak  Indonesia.  Pencelaan  ini  oleh  Tuan  Sutan  Takdir
                        Alisjahbana  dikaitkan  dengan  pendapat  saya  terhadap
                        pesantren kita. Hubungan ini adalah keliru karena Tuan Sutan
                        Takdir Alisjahbana mangambil saya di luar ikatannya.

                        Adapun HIS yang saya cela itu, karena dia sebagai perguruan
                        sekolah  dasar  tidak  mampu  mengirimkan  lulusannya  ke
                        sekolah  menangah  dan  selanjutnya.  Hanya  30  persen  saja
                        yang dapat meneruskan pelajarannya. Inilah suatu kegagalan
                                    72
                        yang nyata!”


                       Meskipun  Soetomo  mengenyam  pendidikan  Barat,  hal
                tersebut tidak lantas membuatnya terpesona terhadap Barat. Ia tidak
                membuang  apa  yang  dianggapnya  sebagai  gagasan  yang  membawa
                kemajuan. Namun, ia ingin lebih menyelaraskan antara gagasan Barat
                berupa  intelektualisme,  individualisme,  egoisme,  dan  materialisme
                dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang ada di
                Indonesia  dianggap  dapat  menjadi  penutup  kekurangan  perguruan
                Barat yang nampaknya hanya menekankan pada aspek kecerdasan




                128
   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145