Page 15 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 15
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
kebudayaan dan kenegaraan, yang serba menyeluruh dan umum.
Dengan pendekatan ini bisalah diharapkan hadirnya karya sejarah
pemikiran yang memaparkan dan menguraikan lahir, tumbuh dan
berkembangnya satu-dua dan bahkan berbagai persoalan
kemasyarakatan yang sempat dipermasalahkan kalangan terpelajar
dalam wilayah dan zaman tertentu. Karya Robert van Niel, The
Emergence of Modern Indonesian elite (The Hague, Bandung: W. Van
Hoeve, 1960), umpamanya, tidaklah sekadar rekonstruksi historis
tentang awal tumbuhnya “elite terpelajar baru” di awal abad ke-20,
tetapi juga menguraikan keragaman pandangan dan pemahaman
para “elite modern” itu tentang dunia baru yang telah terhampar dan
tentang berbagai corak tantangan zaman yang dihadapi masyarakat
perkotaan. Para terpelajar yang berpendidikan Barat pun mulai
mempertanyakan makna kultural dari fakta empiris yang kini telah
mereka hadapi. Mengapakah bangsa-bangsa Barat – mereka yang
datang dari “dunia sana”-- bukan saja berhasil menanamkan
kekuasaan di negeri asing tetapi juga dengan penuh percaya diri
telah semakin jauh berhasil melangkah ke dalam “dunia kemajuan?”
Bagaimana halnya dengan “kita”—orang pribumi? Bukankah terasa
juga betapa “kita” masih asyik—ataukah terbelenggu?-- dalam
suasana keterkebelakangan kultural? Maka bisalah dipahami juga
kalau karya van Niel ini berkisah juga tentang awal mula tumbuhnya
kesadaran nasionalisme yang merelatifkan batas-batas kultural
etnisitas di negeri yang masih disebut “tanah Hindia” ini.
Kedua, sejarah pemikiran tematis, yaitu corak studi yang
melakukan rekonstruksi historis tentang dinamika pemikiran tentang
tema-tema tertentu. Dinamika dan bahkan gejolak pemikiran Islam
yang melanda kehidupan umat dari masa ke masa adalah sebuah
contoh dari studi awal tentang sejarah pemikiran Islam di Indonesia.
Selain itu tentu saja bisa dilihat juga berbagai studi tentang
percaturan kebudayaan (seperti masalah kebudayaan asli
berhadapan dengan pengaruh asing), perbenturan pandangan
ideologis, dan sebagainya. Maka bisalah dibayangkan juga bahwa
pengisahan biografi para “pemikir” (filosof, ilmuwan, atau lebih
3