Page 53 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 53

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                Rivai  mencoba  menggugat  konsep  keningratan  yang  selama  ini
                dimaklumi dan diyakini oleh sebagian masyarakat di Indonesia yang
                memang masih berpola pikir tradisional. Menurutnya, ada dua jenis
                manusia  dalam  konteks  kebangsawanan,  yaitu  bangsawan  usul  dan
                bangsawan pikiran.
                         Melalui artikel dalam Bintang Hindia edisi percontohan yang
                terbit  pada  tahun  1902,  Abdul  Rivai  menjelaskan  makna  dari
                bangsawan usul dan bangsawan pikiran yang dirumuskannya itu:

                         “Bila  kita  bandingkan  bangsa  Hindia  (Indonesia)  dengan
                         bangsa kulit putih, maka berbagai ada dua perbedaan yang
                         akan diperoleh, sama besarnya dengan perbedaan bumi dan
                         langit. Apakah sebab perbedaan ini? Di tanah Eropa adalah
                         dua  jenis  bangsawan:  Bangsawan  Usul  dan  Bangsawan
                         Pikiran.”
                         Menurut  Abdul  Rivai,  bangsawan  usul  adalah  orang-orang
                dari  golongan  ningrat  yang  status  priyayinya  berasal  dari  faktor
                keturunan. Dengan kata lain, mereka memang sudah tergaris ningrat
                dari  asal-usul  keluarganya.  Masih  dalam  Bintang  Hindia  edisi  yang
                sama, Abdul Rivai menulis:
                         “Bangsawan  usul  itu  tidak  usah  kita  berpanjangan  kalam
                         karena  bangswan  ini  adalah  suatu  takdir  jua.  Jika  nenek
                         moyang  kita  –oleh  sebab  yang  acapkali  tidak    disengaja–
                         pada  zaman  purbakala  terhitung  di  dalam  kaum  orang
                         bangsawan, maka nyatalah kita pun orang yang berbangsa,
                         walaupun pengetahuan dan kepandaian kita seperti keadaan
                         ‘katak  dalam  tempurung’.  Niscayalah  kita  berhak  akan
                         berbesar diri. Akan tetapi, jika ada orang yang tidak hendak
                         mengindahkan hak itu maka tiadalah boleh kita berkecil hati
                         Sebabnya,  maka  demikian,  karena  kita  sekarang  hidup  di
                         abad ke-20.”
                         Maksud dari tulisan Abdul Rivai di atas adalah bahwa status
                keningratan  yang  dimiliki  oleh  kalangan  bangsawan  usul  memang
                sudah berasal dari nenek moyang mereka. Namun, lanjut Abdul Rivai,



                                                                                  41
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58