Page 59 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 59

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                1.3. Mohammad Natsir (1908-1993)
                       Mohammad Natsir lahir pada 17 Juli 1908 di Alahan Panjang,
                Lembah  Gumanti,  Kabupaten  Solok,  Sumatera  Barat,  dari  pasangan
                Idris  Sutan  Saripado  yang  berprofesi  sebagai  seorang  juru  tulis  dan
                Khadijah.  Sesuai  tradisi  Minangkabau,  nama  Natsir  setelah  dewasa
                dilengkapi  dengan  gelar  adat,  menjadi  Mohammad  Natsir  Datuk
                Sinaro Panjang.
                       Sebagai  negawaran,  Natsir  dikenal  sebagai  sosok  yang  jujur,
                berani,  dan  konsisten  dalam  bersikap.  Ia  hidup  dalam  dunia  politik
                lintas  ideologi.  Sikap  Natsir  yang  percaya  bahwa  Islam  tidak  perlu
                dipisahkan  dengan  negara  dan  bangsa  barangkali  bertentangan
                dengan  pendapat  beberapa  tokoh  bangsa  lainnya,  termasuk
                Soekarno.  Akan  tetapi,di  sisi  lain,  Muhammad  Natsir  adalah  sosok
                yang  sangat  gigih  mempertahankan  keutuhan  Negara  Kesatuan
                Republik Indonesia (NKRI).

                       Natsir  sudah  berpikir  tentang  agama dan  nasionalisme  sejak
                usia remaja. Pemikiran tersebut semakin terasah saat ia melanjutkan
                studi ke sekolah menengah Algemeene Middelbare School  (AMS) di
                Bandung.  Selain  itu,  Natsir  juga  mulai  bersinggungan  dengan
                beberapa  paham  baru  seperti  nasionalisme  dan  demokrasi  saat
                iaaktif di Jong Islamieten Bond (JIB) maupun Jong Sumatranen Bond
                (JSB).  Interaksi  dengan  para  tokoh  nasional  mulai  membentuk
                karakter Natsir menjadi seorang nasionalis-agamis.

                       Di  masa  ini,  Natsir  menyalurkan  gairahnya  dalam  hal  tulis-
                menulis  dan  berupaya  menyejajarkan  hak  yang  sama  antara  kaum
                pribumi  dan  orang-orang  Belanda  atau  Eropa  melalui  jalur
                pendidikan. Untuk memperjuangkan hal ini, Natsir punya dua senjata
                ampuh,  yaitu  dakwah  lewat  tulisan  dan  tarbiyah  alias  sekolah  atau
                pendidikan.

                       Usai  tamat  dari  AMS  dengan  predikat  sangat  memuaskan,
                Natsir memperoleh beasiswa untuk studi ke Rechtnische Hoge School
                (Sekolah  Hukum  Tinggi)  di  Batavia  (Jakarta)  atau  Sekolah  Tinggi
                                                32
                Ekonomi di Rotterdam, Belanda.  Natsir memang  bercita-cita


                                                                                  47
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64