Page 60 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 60
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
menjadi Meester de Rechten, seorang ahli hukum. Namun, seiring
dengan perubahan pemikirannya, Natsir tidak mengambil beasiswa
untuk melanjutkan ke sekolah hukum dan justru membenamkan diri
untuk aktif menulis, berorganisasi, dan mendirikan sekolah.
Pemahaman Natsir tentang agama dan pendidikan semakin
berkembang setelah bertemu dengan Ahmad Hassan, seorang pria
keturunan India asal Singapura yang kemudian menjadi ahli agama di
organisasi Persatuan Islam (Persis) Bandung. Pertemuan dengan
Ahmad Hassan dan dilanjutkan dengan diskusi yang intensif di antara
keduanya membuat pemikiran Natsir berkembang. Selain bertukar
gagasan, keduanya juga bahu membahu dalam membesarkan surat
kabar Pembela Islam. Selain sebagai jurnalis, Natsir bersama Ahmad
Hassan juga duduk sebagai penanggungjawab dan pemimpin redaksi
33
di surat kabar Pembela Islam.
Salah satu perubahan pemikiran Natsir yang menjadi hasil
bertukar pikiran dengan Ahmad Hassan adalah soal pendidikan Islam
yang terbuka. Menurut Natsir, pendidikan harus memiliki tempat
bergantung secara spiritual, artinya tidak hanya menghamba pada
kekuatan akal dan logika semata. Natsir memaknai sisi spiritual
tersebut ke dalam kata tauhid yang kemudian dijadikannya sebagai
landasan dalam pemikiran mengenai pendidikan.
Di sisi lain, meskipun nilai spiritual sangat penting, Natsir
secara tegas menolak dikotomi yang mengistilahkan pendidikan
dengan “kebarat-baratan” atau “ketimur-timuran” yang seringkali
dipertentangkan. Bagi Natsir, pendidikan tidak perlu
mempertentangkan Barat dan Timur, karena Islam hanya mengenal
hak (baik/benar) dan bathil (buruk/salah). Segala sesuatu yang hak
harus diterima, meskipun datang dari Barat. Di sisi lain, semua yang
harus disingkirkan, meskipun datang dari Timur.
Inilah yang menjadi pokok pikiran Natsir menyangkut
konsep pendidikan. Menurutnya, pendidikan sama sekali tidak
parokial, tapi universal. Pendidikan tidak Timur dan tidak pula Barat
34
(la syarqiyah wa la gharbiyah). Dalam tataran ini, pemikiran Natsir
48