Page 145 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 145
tersisa, yang mau tidak mau harus di makan sendiri bersamaa anak dan
istrinya kalau tidak mau terbuang percuma. Maklum buah-buahan tidak
bisa bertahan lama, sementara dalam berjualan Surip selalu berusaha
mempertahankan kualitas dagangannya dengan menjual buah segar.
Udara terasa dingin menusuk kulit Surip yang hanya berbalut kaus
tipis yang mulai usang di makan waktu. Untung emperan toko tempat
Surip berteduh cukup luas sehingga air hujan tidak mengenai badan
Surip. Surip mencari-cari rokok di kantung bajunya berharap rokok bisa
mengurangi hawa dingin yang menusuk tulang. Tetapi setelah sekian
lama merogoh saku baju dan celana , ternyata rokok yang di cari tidak
ada. Surip tersenyum kecut menyadari bahwa tidak sudah tidak punya
rokok paling tidak selama 3 hari terakhir ini. Terpaksa untuk mengurangi
hawa dingin, Surip semakin merapatkan sedekapan tangan di dadanya.
Pikiran Surip menerawang kemana-mana. Sudah hampir satu
minggu ini, Wanti anak satu-satunya yang saat ini kelas 2 SD sudah
berulang kali minta uang untuk membayar buku dan kegiatan ekstra di
sekolahnya. Untung saja Wanti sekolah di SD negri ,sehingga Surip tidak
terlalu pusing memikirkan SPP setiap bulannya. Tetapi meskipun SPP
gratis, Surip masih harus membayar beberapa iuran setiap bulannya.
“Pak, kapan Wanti bisa membayar ? BuGuru sudah menanyakan ke
Wanti terus.” Kata Wanti sambil menatap Surip. Tatapan mata bening
dan polos itu penuh berjuta harapan menanti kepastian dari mulut
Surip.
Seperti biasanya Surip hanya bisa tersenyum mencoba
menghibur anaknya. Meskipun pahit dan berat untuk di ucapkan , Surip
selalu berusaha membuat hati Wanti senang. Diraihnya anak semata
wayangnya untuk duduk di pangkuannya . Dengan lembut di ciumnya
rambut Wanti.
”Nak, bapak akan secepatnya membayar, tapi saat ini bapak
belum bisa. Itu buah-buahan masih banyak. Jadi bapak belum punya
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 145