Page 148 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 148

3, lantai 4 dan tiba-tiba pandangan matanya berhenti di  lantai 4. Dia
        melihat di bagian luar sebelah timur lantai 4  ada pojokan  yang cukup
        sepi.  Surip  mencoba  memperhatikan  kembali  dan  ternyata  memang
        benar-benar sepi. Tidak Nampak orang lalu lalang di pojokan mall itu.
        Surip menghela napas panjang  untuk mengurangi kepenatan dan beban
        di hatinya.
               Setelah  beberapa  menit  dia  tercenung  ,  tiba-tiba  seperti  di
        gerakkan oleh  sesuatu yang tak  mampu dia  kendalikan, kaki Surip
        beranjak dari duduknya dan tanpa memperdulikan hujan yang masih
        rintik-rintik, Surip bergegas menyeberang  jalan  menuju ke Mall .


               Sesampainya di Mall, dengan ragu Surip bergegas masuk ke dalam
        dan mencari tangga eskalator menuju ke lantai 4. Dengan mencari-cari,
        Surip  berhasil  menemukan  pojokan  sebelah  timur  lantai  4  Mall  itu.
        Memang terlihat sepi , tidak ada orang yang di situ. Mungkin orang-
        orang malas untuk naik ke lantai 4 dan berdiri di luar seperti dirinya pada
        saat hujan seperti ini. Tanpa ragu Surip segera melangkah ke dekat pagar
        dan melonggok ke bawah. Terlihat dari atas , di bawah cukup curam dan
        licin. Dengan kaki gemetar Surip memegang teralis pagar. Pandangan
        matanya berkunang-kunang , pikirannya tidak menentu.


               Ayo Surip, ayo. Selangkah lagi kamu naik ke pagar dan loncat
        ,maka bebaslah penderitaan jiwa ragamu.
               Ayo Surip. Berulang kali bisikan jahat mengiang di telingga Surip.
        Jangan Surip, ingat anak istrimu menanti di rumah. Masalahmu tidak
        akan selesai dengan melompat dari lantai 4 ini. Kamu akan mati sia-sia.
        Jangan kau lakukan Surip, bisikan hati nurani Surip terdengar juga.
               Surip benar-benar bimbang dan pusing dengan apa yang terjadi
        dengan dirinya itu. Sekilas dia teringat senyum dan tawa Wanti yang
        lucu dan polos yang selama ini selalu mengusir kesedihan hatinya. Tetapi
        Surip juga teringat beban hidupnya yang selalu di rundung kesedihan dan
        kemiskinan. Dengan berlinang air mata , kaki Surip melangkah lagi dan




        148                  Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153