Page 182 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 182
diijinkan banyak bicara dengan tetangga. Mereka semua menarik diri
dari lingkungan,” kata Bu Gito dengan penuh semangat.
“Aneh. Memangnya kenapa?” tanya Bu Toton.
“Ada rahasia besar apa? Jangan-jangan karena Pak Tulus itu
pejabat yang tidak jujur. Takut kalau ketahuan korupsi. Mereka bisa malu
sama tetangga,” kata Bu Gito sok tahu.
“Eh, Jeng Thamrin kok diam saja. Khan tetangga sebelah rumah.
Pasti dengar sesuatu.” Bu Gatot memandangku penuh rasa ingin tahu.
Tak pelak ibu-ibu yang lain mengikuti Bu Gatot.
“Sudahlah Bu, tidak baik membicarakan tetangga. Kita tidak tahu
apa yang terjadi. Sebaiknya kita tidak berburuk sangka,” kataku kalem.
“Ah, Jeng ini,“ gerutuan ibu-ibu terdengar bagai degungan
nyamuk. Sebenarnya telinggaku gatal. Mulutnya ikut gatal juga ingin
bicara banyak. Tetapi aku berusaha untuk menahan diri dan memilih
diam tidak menanggapi kata-kata mereka. Teringat pesan Mas Thamrin.
**
Minggu pagi, aku mencabuti rumput di taman mini kami. Mas
Thamrin membersihkan rumput di dekat pagar luar.
“Mama…,” teriakan Adi membuatku terkejut. Kulemparkan
cethok yang ada ditangan dan menghambur keluar pagar. Kulihat Mas
Thamrin sudah berdiri di depan rumah pak Tulus sambil mendekap
Adi yang menangis ketakutan. Muka Adi pucat. Saat melihatku, dia
menghambur. Kupeluk bahunya sambil menenangkan. Kulihat Bu Tulus
berkacak pinggang sambil menunjuk-nunjuk Adi dengan marah.
“Pergi. Sana pergi. Jangan pernah masuk ke rumahku lagi,” suara
Bu Tulus terdengar sangat gusar. Tak ada lagi senyum ramah yang pernah
kulihat.
Aku meradang, tidak terima dengan perlakuan kasar tetangga
sebelah.
“Bu? Kenapa bicaranya kasar sekali? Ibu jangan seperti itu sama
anak kecil. Apa yang dilakukan Adi?” seruku meluapkan emosi.
182 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com