Page 7 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 7
“Suaminya nggak cemburu kalau mbak pergi sendirian?”
Aku tertawa.
“Cemburu? Wah ya nggak jadi dapat uang. Yang penting sama-
sama percaya, jujur, nggak bakalan ada apa-apa. Kalau ingin rumah
tangga tentram ya nggak usah macam-macam..... “
Perempuan cantik itu memandangku dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Entah apa maksudnya, aku tidak tahu. Andai saja
yang memandangku itu seorang laki-laki, hatiku pasti bergetar. Tapi
malam ini yang di sebelahku seorang perempuan, kaumku sendiri. Jadi
pandangannya tak begitu aku perhatikan.
Lama dia memandangiku, ku biarkan saja. Tetapi lama-lama risi
juga aku dipandangi begitu rupa. Gantian aku memandangnya, dan ketika
mata kami saling menatap, bibirnya yang berlipstik tebal itu membentuk
senyuman lebar.
“Mbak .... Wid, ..... “
“Widya,” sahutku cepat.
Dia tertawa.
‘Sori lupa. Enak yach mbak jadi wartawan Bisa kemana-rnana
dan bisa nulis berita macam-macam,”
Ganti aku yang tertawa.
“Ya ada enaknya, tapi ada nggak enaknya juga lho. Berat kok
jadi wartawan itu. Harus gesit dan tak gampang menyerah,” jawabku
menerangkan.
“Kayaknya tipe seperti mbak ini cocok kok jadi wartawan.
Orangnya gesit dan nggak pantang menyerah. Enak ya mbak, punya
kehidupan yang teratur dan menyenangkan. Nggak seperti saya ini yang
hidup di dunia yang gelap. Dunia hitam yang tersisihkan. Jarang orang
mau menerima saya dan kaum saya lho mbak.”
Dia berhenti bicara. Matanya menerawang jauh menembus
kegelapan malam yang
dipenuhi butiran-butiran air hujan. Terlihat wajahnya tersaput mendung
duka. Ada beban yang dia sembunyikan ku rasa.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 7