Page 51 - Filsafat Ilmu dan Rekonstruksi Teori - Syarifuddin
P. 51
penentu keberhasilan dan ukuran kualitas pendidikan dalam TVET. Relevansi
pendidikan dan pelatihan skill pada lembaga TVET dengan kebutuhan skill di dunia
kerja sering dinyatakan sebagai salah satu indikator kualitas TVET. Kekurangan skill
akibat pelatihan yang tidak tepat masih banyak didiskusikan oleh para ahli.
Pelatihan atau pendidikan skill apa yang efektif dikembangkan dan bagaimana
mempraktikkan pelatihan skill hingga mencapai standar skill tinggi merupakan
permasalahan mendasar bagi TVET dalam menghadapi perubahan konteks dunia
kerja baru yang selalu berubah. Pengembangan skill untuk kemampuan bekerja
mengarah kepada kemampuan praktis, teknis, dan kevokasionalan atau bimbingan
kejuruan dikembangkan melalui TVET. Pengembangan skill kerja membutuhkan
perencanaan TVET yang menyeluruh. Dalam rangka pengembangan pendidikan
untuk semua (Education for All:EFA), Education for Sustainable Development (ESD)
dan Millennium Development Goals (MDGs), World Bank sejak tahun 1980 secara
radikal menggeser kebijakan TVET untuk mendukung investasi pada pendidikan
dasar. TVET dikembangkan untuk membangun skill baginegara-negara kurang
berkembang seperti Afrika dan Afrika Selatan. TVET memainkan peran dasar dalam
pengurangan masalah kemiskinan, pengembangan SDM, dan pertumbuhan
ekonomi yang bermanfaat bagi individu, keluarga dan masyarakat secara luas.
Diperkirakan 80% pusat pekerjaan membutuhkan skill teknis dan vokasional
dalam dunia kerja. World Bank pada tahun 2010 menyoroti pentingnya skill individu
dan ekonomi sebagai skills inti yang sangat berpengaruh pada peningkatan
produktivitas dan pertumbuhan negara. Permasalahan pekerjaan tidak cukup diatasi
dengan skill bidang kerja semata. Tetapi lebih dari itu dibutuhkan kemampuan
berkomunikasi dengan pelanggan dalam bahasa yang sesuai dengan kemampuan
pelanggan itu sendiri. Pihak pemberi layanan yang harus menyesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan orang yang dilayani. Bahasa asing dalam hal ini bahasa
Inggris bukan satu-satunya jawaban atas kebutuhan komunikasi verbal bekerja di
Abad XXI. Memberi pendalaman pendidikan bahasa asing sangat penting. Tidak
kalah pentingnya juga memberi kemampuan berbahasa Indonesia dan berbagai
bahasa daerah yang demikian banyak ragamnya.
Demikian juga jika bertugas di daerah lainnya baik di Indonesia atau di negara
tetangga. Pekerja profesional di Abad XXI membutuhkan multi skill multi bahasa baik
bahasa internasional, bahasa nasional, sampai bahasa daerah yang
menggambarkan konteks lokal, nasional, regional, dan internasional. Masalahnya
sekarang adalah proses pemerolehan kemampuan bahasaitu apakah diberikan di
kampus atau setelah lulus mengambil kursus singkat bahasa sesuai kebutuhan.
Kemakmuran hidup dan daya saing suatu masyarakat berpangkal dari terdidik dan
40