Page 59 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 59

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               putra dari pasangan We Tenriabeng dan Remmang ri Langi. We Tenriabeng sendiri
               merupakan saudara kembar dari tokoh kepahlawanan Luwu yaitu Sawerigading.
               Simpurusia  menikah  dengan  saudara  sepupunya  yang bernama  We  Salinru
               Tojang yang merupakan putri bungsu dari Sawerigading dan We Cudai. Adapun
               Sawerigading dan We Tenriabeng merupakan anak dari penguasa Luwu II yaitu
               Batara Lattuq yang merupakan anak dari Batara Guru (Amir dalam Sumantri [ed.]

               2006: 240).

                   Simpurusia atau dalam bahasa Wotu disebut Pua Modala Salassae atau ‘yang
               berjalan  di  istana’ memiliki  putra  bernama  La Tikka  yang kemudian  menikah
               dengan seorang perempuan  rupawan  yang  bernama We Daruma.  Dikisahkan
               bahwa setelah penikahan tersebut Simpurusia menyerahkan tahta Luwu kepada
               La Tikka beserta lontara Luwu dan dua buah senjata pusaka peninggalan Batara
               Guru. Simpurusia disebutkan kembali ke langit dan berpesan kepada pewarisnya
               tersebut  bahwa  jika kelak  mereka  memiliki  anak maka  keturunan  pertama
               akan diberi kekuasaan di tengngana Luwu atau Wotu sebagai Macoa Bawa Lipu

               sedangkan yang bungsu diberi kuasa di Watangpareng sebagai datu.

                   Tradisi lisan Wotu menyebutkan bahwa La Tikka dan We Daruma memiliki
               empat orang anak yang terdiri dari tiga orang putra yang bernama Bau Kuna,
               Bau Leko, Bau Jala, dan seorang putri bernama Bau Cina. Berdasarkan wasiat
               dari Simpurusia, maka putra sulung bernama Bau Kuna dilantik menjadi Macoa
               Bawalipu yang memerintah di Wotu sedangkan putri bungsu bernama Bau Cina
               diberi kuasa di Wareq setelah dinikahkan dengan seorang putra bangsawan dari
               Mengkoka di wilayah Sulawesi Tenggara.

                   Keputusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan dua orang anak La Tikka

               yaitu Bau Leko dan Bau Jala. Mereka terutama tidak setuju dengan pengangkatan
               adik perempuan  mereka  sebagai  penguasa  Wareq sehingga dewan adat
               memutuskan bersidang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Namun Bau
               Kuna sebagai putra tertua bersikukuh dengan amanat dari kakeknya dan ayahnya
               sedangkan  kedua  saudara  laki-lakinya  tersebut  tetap  tidak  mau  menerima
               hasil  putusan  sidang. Kedua  saudaranya tersebut  memutuskan  meninggalkan
               kehidupan  mereka  di  Luwu.  Bau  Leko meninggalkan  negerinya  menuju  arah
               utara sedangkan Bau Jala berlayar ke selatan.





                                              43
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64