Page 64 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 64

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              kitab Sejarah Melayu. Kitab tersebut mengisahkan pada suatu masa terdapat
              satu armada  dari Makassar yang  dipimpin  oleh Keraing  Samarluka.  Diduga,
              penyebutan  nama ‘Keraing  Samaluka’  merupakan  kesalahan transliterasi dari
              Jawi ke Latin. ‘Keraing’ adalah penyebutan yang salah dari gelar ‘karaeng’ yang
              merujuk kepada penguasa atau kepala sebuah wilayah adat yang digunakan di
              Makassar. Nama ‘Samarluka’ mungkin berasal dari penyebutan ‘Sama ri Luwuka’.

              Istilah ‘sama’ merujuk kepada penyebutan bagi penduduk asli daerah laut yang
              hidup  nomaden yaitu orang Bajau. Keberadaan  orang Bajau dalam  literatur
              tradisional di Sulawesi Selatan disebutkan berasal dari Luwu (Reid 2004: 133–47;
              Pelras dalam Bonneff, dkk. 1983: 58).

                 Dalam naskah Galigo yang memuat kisah tentang asal-usul para penguasa
              Kedatuan Luwu diberitakan bahwa orang-orang Bajau tercipta dari butiran telur
              burung  yang terjatuh ketika pohon  welenrengnge ditebang. Pohon  tersebut
              berukuran raksasa, sebagai bahan pembuatan perahu bagi Sawerigading, anak
              penguasa Kedatuan Luwu yang bernama Batara Lattu. Dikisahkan, ketika pohon

              raksasa itu ditebang  dan tumbang,  bagian  ujungnya menerpa  sebuah  bukit
              kecil di sebelah timur wilayah Ussu’ sehingga terbelah menjadi dua bagian dan
              kemudian dikenal dengan sebutan Bulu’ Poloe atau ‘bukit yang terbelah.’ Pohon
              raksasa tersebut kemudian dijadikan perahu besar sebanyak tujuh buah untuk
              menemani Sawerigading berlayar dalam usahanya mendapatkan cinta seorang
              wanita dari negeri Cina yang bernama We Cudai. Putri ini sangat mirip dengan
              saudara perempuan kembaran Sawerigading bernama We Tenriabeng. Orang-

              orang Bajau  inilah yang kemudian  mendampingi  pelayaran dan petualangan
              Sawerigading  ke  negeri  Cina untuk  bertemu  dengan  We  Cudai  (Mappangara
              [ed.] 2004: 37. Satu hal yang  menarik  dari naskah Galigo  adalah  bagian yang
              mengisahkan pertemuan  antara  Sawerigading  dengan Nabi Muhammad.
              Pertemuan  itu dikisahkan terjadi  di Mekkah  dan pada saat itu disebutkan
              bahwa  usia Sawerigading  lebih  tua  sekitar  tujuh  tahun dari  Nabi  Muhammad
              (Mappangara [ed.] 2004: 38). Kisah tentang Sawerigading sangat panjang dan
              memiliki beragam versi di hampir semua wilayah di Sulawesi Selatan dan juga
              di  beberapa  wilayah sekitarnya seperti  di  Palu  dan  Kendari  bahkan  sampai  di

              negeri-negeri Semenanjung.

                 Sementara  itu,  orang-orang Bajau,  yang juga  disebut  to sama’,  terkenal



                                              48
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69