Page 66 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 66

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              antara dua kerajaan tersebut.

                 Usaha para bangsawan Luwu menemukan kesempatan ketika Kerajaan Gowa
              mengadakan pesta besar dengan mengundang raja-raja dari kerajaan sahabat dan
              dari taklukannya. Pesta tersebut berlangsung meriah dan para raja sahabat dan
              kerajaan taklukan membawa persembahan buat raja Gowa. Pesta yang diadakan
              oleh raja diperuntukkan saudara perempuannya yang terkenal akan kecantikannya

              berupa acara riwinru atau ‘acara menginjak tanah’. Menurut kebiasaan pada masa
              itu, seorang anak raja tidak diperbolehkan menginjak tanah sampai dianggap
              dewasa. Seorang putri harus ditandu sedangkan seorang putra raja harus dijulang.
              Setelah acara riwinru barulah anak raja boleh menginjak tanah.

                 Mengetahui bahwa yang akan riwinru adalah saudari raja Gowa maka Datu
              Luwu  XV La Patiware sendiri memutuskan  untuk menghadiri acara tersebut.
              Datu  Luwu  sendiri  pada  masa  tersebut  belum  memiliki  permaisuri  yang
              mendampinginya  memerintah  di Kedatuan  Luwu.  Dalam  menghadiri  acara
              tersebut Datu Luwu memilih dan mengajak para pembesar dan cerdik pandai

              di Kedatuan Luwu untuk mendampinginya ke Gowa. Di antara para pembesar
              Luwu terdapat Madika Marinding yang memimpin masyarakat adat Marinding
              dan bernama Somme yang dianggap cakap dan memiliki pengetahuan tentang
              adat-istiadat orang Gowa (Mattata 1967: 74–6).

                 Tiba di Kerajaan Gowa, Datu Luwu dipersilakan mengambil tempat yang telah
              disediakan untuknya; demikian pula dengan para raja yang hadir pada saat itu.
              Datu Luwu terpesona dengan kemegahan istana Gowa dan kemeriahan acara.
              Pandangannya tertuju pada seorang putri yang duduk di tengah-tengah istana
              dengan  pakaian  kebesarannya  dan  dikelilingi  oleh dayang-dayang  dan  inang

              pengasuhnya. Paduka  Datu Luwu  bertanya kepada  Madika  Marinding sambil
              berbisik siapakah gerangan puteri yang berada di tengah-tengah istana Gowa
              tersebut. Madika Marinding yang memahami adat-istiadat Gowa menemukan
              kesempatan untuk menyatukan Luwu dan Gowa kemudian menjawab dengan
              suara yang agak keras bahwa putri tersebut  adalah  saudari  Raja  Gowa yang
              sedang riwinru. Suara Madika Marinding terdengar oleh sekalian orang dalam
              istana Gowa sehingga menimbulkan kegelisahan dalam istana. Sebenarnya Datu
              Luwu  tidak  mengetahui  adat-istiadat  orang  Gowa bahwa  barang  siapa  yang





                                              50
   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71