Page 63 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 63

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               itu menyebutkan Luwu  dan sejumlah  wilayah di  Sulawesi  Selatan termasuk
               beberapa wilayah di sekitar Pulau Sulawesi dalam sarga XIII dan XXIV, “Muwah
               tanah;  Bantayan pramuka  Bantayan len Luwuk tentang  Udamakarkartayadhi
               nikanang sanuasaapupul Ikangsakasanu-sanusa Makassar Butun Banggawi Kuni
               Craliyao mwangi (ngi) Selaya Soto Muar” (Yamin 1986: 60–3). Nama negeri Luwu
               disebutkan dengan beberapa tempat di dataran Sulawesi seperti negeri Bantayan

               (Bantaeng), Makassar, Butun (Buton) dan Selaya (Selayar).

                   Kitab Galigo yang menjadi sumber tertua sejarah Luwu dikumpulkan ketika
               seorang sarjana Belanda,  B. F. Matthes,  bertugas  di  Sulawesi  Selatan  sekitar
               1880.  Naskah tersebut  mengisahkan tentang sejarah pembentukan  Kedatuan
               Luwu yang mula-mula bernama Wareq yang berlokasi di sekitar Kampung Ussuq
               sekarang. Adapun raja pertama kerajaan ini dikisahkan bernama Batara Guru yang
               merupakan anak tertua dari To Palanroe atau To Patoto’e yang merupakan dewa
               tertinggi di langit dan istrinya yang bernama Datu Palinge. Batara Guru berjumpa
               dengan istrinya yang bernama We Nyili Timo Tompoq’e ri Busa Empong di sebuah

               tempat bernama Waraq atau Wareq yang menjadi cikal bakal Kedatuan Luwu.
               Selain dengan We Nyili Timo, Batara Guru juga kawin dengan perempuan lain
               yang bernama We Saungriu yang menurunkan seorang putri bernama Sangiang
               Sari. Putri ini meninggal pada umur belia dan di makamnya kemudian tumbuh
               tanaman padi yang menjadi awal dari pertaniam padi di Luwu.

                   Perkawinan antara Batara Guru dengan We Nyili Timo menurunkan seorang
               putra bernama Batara Lattu yang  kemudian  menggantikan  dirinya  menjadi
               penguasa Kedatuan Luwu berikutnya. Batara Lattu kawin dengan We Sengngeng
               dan setelah berkuasa mendirikan istananya di Bukit Finsemoni yang kemudian

               dijadikan tempat kediamannya setelah istana baru didirikan di Ussuq. Istana di
               Ussuq menjadi tempat pemerintahan dan kemudian kediaman para  bissu atau
               para pendeta yang menjalankan ritual keagamaan di daerah Cerekang. Wilayah
               ini dianggap sebagai cikal-bakal kerajaan  pertama di  Sulawesi  Selatan yang
               keturunannya menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan yang terdapat di Sulawesi
               Selatan (Mappangara [ed.] 2004: 37–8).

                   Nama Luwu  juga dikaitkan  dengan kisah  penyerangan  Kerajaan Malaka
               pada  masa pemerintahan  Sultan Mansur  Syah (1440)  yang  termuat  dalam





                                               47
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68