Page 62 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 62

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              mengalahkan  dan  menewaskannya. Atas jasanya, La Saeyyo  kemudian  diberi
              tanah sejauh  jatuhnya  anak panah yang terlepas  dari  busurnya. La  Saeyyo
              menembakkan anak panahnya ke arah selatan. Tempat anak panahnya menancap
              disebut  tammuku dan wilayah itu dihadiahkan kepada  La  Saeyyo  termasuk
              orang-orang yang berdiam di sana yang menjadi pengikutnya. Orang-orang yang
              berdiam  di wilayah tersebut dengan senang hati menerima  pahlawan ini  dan

              menamakan daerah tempat La Saeyyo bermukim dinamakan Lampu Awa yang
              memiliki arti ‘orang jujur datang.’ Nama daerah tersebut masih digunakan sampai
              sekarang. Di tempat itulah La Saeyyo  menurunkan anak-anaknya bernama Pua
              Lalo Gauna, Pua Lalo, dan Pua Lalo Lalo.

                 Setelah  sekian masa  berdiam  di  sana,  La Saeyyo  Pua  Mona memutuskan
              pindah ke utara di antara wilayah  Wotu dan Bada yang terletak  di  Sulawesi
              Tengah. Di sana, ia kawin dengan seorang perempuan  setempat  bernama
              Ramongi  dan mendapatkan  seorang putri.  Sebuah  kejadian  membuat  La
              Saeyyo  meninggalkan Ramongi dan putrinya.  Hal  itu terjadi karena Ramongi

              meminta  La  Saeyyo  membantunya  membersihkan  tinja anaknya berhubung
              saat itu ia (Ramongi) sedang menanak nasi. Seketika La Saeyyo meninggalkan
              keluarganya dan menaiki wilayah pegunungan, membawa busur dan ayam jantan
              kesayangannya. Mungkin itulah permulaan pemali bagi laki-laki Wotu mencuci
              kotoran  di bagian  pantat anaknya terutama  anak perempuan. Selanjutnya La
              Saeyyo  menetap  di  suatu  daerah  bernama  Bada  dan  membangun  peradaban
              di sana dan tetap menjalin hubungan dengan tempat asalnya di Wotu, sebuah

              wilayah yang menjadi bagian dari awal peradaban Luwu. La Saeyyo disebutkan
              meninggal  di wilayah tersebut  dan kemudian  dimakamkan  di Poso.  Kisah
              petualangan La Saeyyo Pua Mona tampaknya menjadi landasan bagi posisi Wotu
              di Kedatuan Luwu yang berperan sebagai domain atau penghubung antara Luwu
              dengan suku-suku di pedalaman yang sampai sekarang masih dapat didapatkan
              kisahnya. Pemangku adat suku Pamona yang dipimpin oleh Lembang Pamona
              sampai saat ini masih meminta izin kepada pemegang adat tertinggi di Wotu
              yaitu Macoa Bawa Lipu (Amir dalam Sumantri [ed] 2006: 244–5).

                 Catatan tertua mengenai negeri Luwu berasal dari kitab Negarakertagama

              atau  Desawarnana yang disusun pada  masa  Kerajaan  Majapahit.  Kitab yang
              disusun oleh Prapanca pada masa pemerintahan  Raja Hayam  Wuruk  (1364)



                                              46
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67