Page 73 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 73
Daeng adalah gelar bangsawan pada umumnya, akan tetapi golongan kecil
juga memakainya. Bagi orang baik-baik, kaya, dan berharta, kadang-kadang
nama uwa’na (bapak dari) atau indo’na (ibu dari) diubah menjadi daenna (daeng
dari). Bawahan selalu menyapa atasannya dengan sebutan puang; demikian
juga dengan yang muda terhadap yang tua dalam umur, termasuk orang-
orang kecil. Orang kecil disapa dengan nama dari anak-anaknya, umpamanya
Uwan’naBaso (bapaknya Baso’) atau Indo’naBasse (ibunya Basse’), pada orang
Toraja Awa’naBaso’ dan InanaBasse’. Adik pria atau adik perempuan dari kakak
laki-laki, atau kakak perempuan selalu menyapa daengku, sedang kakak laki-laki
atau kakak perempuan terhadap adik laki-laki atau adik perempuan disebut anri
(Hafid dalam Sumantri [ed.] 2006: 206).
Gubernur Sulawesi dan Wilayah Taklukanya, B. F. van Braam Morris (1888)
dalam catatannya juga membuat deskripsi yang menarik mengenai pakaian
yang digunakan oleh masyarakat Luwu, terutama pada akhir abad ke-19 sebagai
berikut (Hafid dalam Sumantri [ed.] 2006: 208–10).
Pakaian orang-orang biasa di Luhu terdiri dari sehelai celana pendek
dari katun putih (saluwara’ponco’) sehelai sarung berwarna belang
(lipa’) sehelai destar (pasapu’) dan sehelai ikat pinggang (pa’bakkang).
Selanjutnya pada pinggang memakai kantong tembakau (purukang)
dari kain laken warna hitam, hijau, atau merah tempat penyimpan
ramuan sirih, uang dan jimat-jimat, di atasnya keris, kawali (badi’) atau
kalewang yang diikat dengan pengikat keris tali bannang. Apabila mereka
berpergian selalu membawa tombak di tangannya.
Orang-orang besar memakai pakaian serupa, dengan beberapa
perbedaan antara lain celananya terbuat dari sutera merah pendek,
sarung kerisnya dari emas (pasantimpo) dan tali kerisnya dari pasmen
(tali bannang pajama) serta sarung dan destarnya dikilaukan (rigarusu).
Baju hanya dipakai saat upacara atau dalam perjalanan. Guru-guru
atau pemuka agama biasanya songko dan memakai juga baju putih
panjang sesuai ketentuan. Tasbih (bilampilang) terikat pada sapu tangan,
atau dibelitkan pada hulu badik atau kawali guru (senjata pemuka agama
adalah sebilah badik tidak lebar dengan hulu terbalik ke atas). badik ini
diselibatkan ke dalam pinggang dengan pelat jorong (oval) dari emas,
perak atau kuningan.
57