Page 74 - SEJARAH SOSIAL DAERAH KOTA BENGKULU
P. 74
d) PERTI: Tasyanul Chair (1934), Jamiatul Chair
(1933), dan MAS/Muawanatul Chair Arabisch School
(1937)
e) Kursus Wanita : Siti Fatimahtul Zahra (1932)
Zaman Jepang sekolah-sekolah swasta tak dapat berkem-
bang secara wajar, bahkan sebagian di antaranya bubar sendiri.
Namun dari hasil pendidikan zaman jajahan Belanda 0 824-
1942) lahir dan berkembang pula pejuang-pejuang pendidikan
bangsa Indonesia. Orang-orang inilah kemudian menjadi guru
sekolah, bahkan sampai pada zaman kemerdekaan RI. Masalah
pendidikan amat penting dirasakan, sedangkan tenaga guru
masih kurang. Oleh sebab itu pemerintah kita (RI) di Bengkulu
membuka sekolah-sekolah sebagai sambungan sekolah rendah
(SD) yaitu SMP (di Bengkulu, Curup, dan Manna) KPKPKP,
dan SGB (di Bengkulu dan Curup).
Pendidikan agama Islam berpusat di madrasah-madrasah,
di mesjid, langgar, atau di rumah-rumah yang sengaja disedia-
kan. Guru-guru agama kebanyakan berasal dari Sumatera
Barat dan Aceh. Pengaruh agama Islam sangat besar sekali.
Kemampuan seseorang dalam bidang ilmu agama dan ke-
pandaian seseorang berdakwah, berpidato dengan mengguna-
kan bahasa Indonesia yang baik, benar serta fasih, sangat
menarik bagi masyarakat dan amat menentukan martabat
serta memberikan gengsi atau kedudukan sosial seseorang di
tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan itu tidak
jarang di antara keluarga masyarakat ingin menyekolahkan
anaknya ke sekolah agama. Pengaruh keagamaan bukan saja
di lingkungan kehidupan pendidikan tetapi merembes dan
berkembang pula di bidang kebudayaan dan kemasyarakatan.
Corak-corak seni budaya Islam tumbuh di mana-mana seperti
kegiatan pengajian, walimatulurus, takziah, seni Qasidah,
kaligrafi, tata busana dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang
bersifat tahayul, makruh secara berangsur mulai tersingkir
dan punah.
6.5
L