Page 68 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 68

politik  tersebut,  demi  terlaksananya  politik  monopolinya  di
             Maluku Utara.
                 Namun dalam tatanan itu terdapat suatu kelemahan yang
             inheren.  Perbedaan  politik  dan  budaya  antara  pesisir  dan
             pedalaman tersebut  menimbulkan  keadaan  masyarakat  yang
             kadar integrasinya juga sangat lemah.  Pada satu pihak negeri-
             negeri  pesisir  terintegrasi  dengan  baik  dengan  kedaton-
             kedaton,  pada  pihak lain  penduduk pedalaman yang  dalam
             masa tiga  kali  lebih  banyak jumlahnya daripada  penduduk
             pesisir,  agak terpisah  dari  pusat-pusat  kekuasaan  (kedaton).
             Pada  umumnya  hubungan  penduduk  pedalaman  (halefuru)
             dengan  kedaton  bersifat  tidak  langsung,  karena  untuk
             kepentingan  ekonomi  mereka  lebih  banyak  terkait  dengan
             negeri-negeri  terdekat  karena kepentingan-kepentingan,  dan
             sebab  itu  mereka juga bisa  dikerahkan  untuk  Hongi  oleh
             Sangaji  negeri  bersangkutan.  Dalam  situasi-situasi  tertentu,
             seperti  umpamanya  dalam  masa  Gerakan  Raja  Jailolo
             (1796-1832)  kelompok  elite  politik yang  menolak kekuasaan
             yang berlaku bisa mendapat dukungan dari kalangan halefuru
             untuk  menolak  kekuasaan  kedaton,  bahkan  membentuk
             kedaton baru.  (Leirissa, 1996).

                 Dengan  demikian  dapatlah dipahami  betapa pentingnya
             peranan voe sebagai faktor stabilitas dalam kawasan terse but.
             Hanya  dalam  keadaan  dimana  kekuasaan  Belanda  menjadi
             lemah, seperti pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, maka
             keadaan  yang  tidak  terintegrasi  itu  bisa  menimbulkan
             pergolakan  sosial,  seperti  di  masa  Nuku  dan  Raja  Jailolo
             tersebut diatas (1780-1832).

                 Namun  berbeda  dengan  kaum  pedagang lainnya,  kaum
             pedagang  Belanda  yang  terorganisasi  dalam  Verenigde
             Oost-indische  Compagnie  (VOe)  tidak membawa  perubahan
             budaya. (Van  Leur,  1950).  Keadaan itu sangat jelas di Maluku
             Utara. Hanya di pusat pemukiman VOe, yaitu di benteng Fort
             Oranye di pulau Ternate, nampak ada pengaruh budaya Barat
             dalam bentuk pemukiman kaum burgers dan perluasan agama
             Kristen.


                                            52
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73