Page 69 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 69

Keadaan  di  Maluku  Utara  itu  sangat  berbeda  dengan
            di Maluku Tengah yang akan dibahas di bagian  lain.  Sebab itu
            masalah  ini  memerlukan  penjelasan  mengenai  sebab-
            musababnya.  Salah satu penjelasan yang bisa diterima adalah
            bahwa voe di  Maluku  Utara  sama sekali  tidak  meluaskan
           jaringan birokrasinya seperti halnya di Maluku Tengah. Selain
            Gubernur voe yang  berkedudukan di  Fort  Oranye  tersebut
            bersama para pegawai dan tentaranya, tidak terdapat jaringan
            kekuasaan berupa Residen atau Asisten Residen,  Gereja,  dan
           lain-lain.  Di  Maluku  Utara voe menjalankan  kekuasaannya
            melalui  para sultan dan  birokrasinya yang sebagai  kelompok
           sosial disebut sebagai bobato. Tentara voe di Fort Oranye dan
            berbagai benteng lainnya di pusat-pusat kekuasaan Tidore dan
           Bacan,  hanya  berfungsi  sebagai pendukung tentara kerajaan
           dan hongi-nya. Nampak jelas bahwa voe menjadikan birokrasi
           kerajaan  dalam  sistem  kekuasaan  indirect  rule  atau
           pemerintahan  tidak  langsung,  yang  umum  terdapat  di
           Nusantara.

               Kepentingan  voe  di  Maluku  Utara  memang  bersifat
           negatif,  dalam  arti  mempertahankan  larangan  memproduksi
           dan memperdagangkan  rempah-rempah.  Sejak pertengahan
           abad ke-17 produksi dan perdagangan cengkeh oleh voe telah
           dipusatkan  di  kepulaun  Ambon,  Haruku,  dan  Nusa  Laut.
           (Knaap, 1987). Sedangkan kepulaun Banda digunakan sebagai
           wilayah monopoli pala.  (Hanna, 1983).  Dengan demikian, VOe
           tidak membutuhkan sebuah aparat untuk mengawasi produksi
           rempah-rempah seperti di Maluku Tengah. Pemerintahan VOe
           dan kemudian juga Hindia Belanda di Maluku Utara semata-
           mata berupa pemerintahan  tidak  langsung.  Keadaan  itulah
           yang  terutama  bisa  menjelaskan  mengapa  budaya  kaum
           pedagang voe samasekali tidak mempengaruhi Maluku Utara.
           Perubahan  mulai  nampak  dalam  bagian  kedua  abad  ke-19
           ketika birokrasi Hindia Belanda mulai merambat di wilayah ini
           pula.  Modernisasi  yang  melanda wilayah-wilayah  Nusantara
           lainnya sejak awal abad ke-20 juga nampak di sini, namun sifat
           pemerintahan tidak langsung terse but tidak hilang samasekali.




                                          53
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74