Page 83 - Kumpulan Cerita Rakyat Pamona, Sebuah Intepretasi Baru
P. 83

“Betul-betul    mampolo’eka  101 ,   tuaiku.   Dongamu
               mompu’umo   102 , begitu yang saya dengar,” kata Tia. Wuya
               saat  itu  sedang  beristirahat,  sehingga  mereka  berdua
               memutuskan  duduk  di  teras  depan  rumah  sambil
               membahas kabar bahagia tersebut.

               “Tapi kaki rayaku 103 , tukaka,” kata Reme.

               “Nunjaa apa  104 ?” tanya Tia.

               “Ada yang mau saya beri untuk Wuya, tapi saya belum
               tahu apa,” jawab Reme.

               “Sando  mpepapoana   105   sudah  ada,  makanan  pun  kita
               tidak pernah berkekurangan, tuaiku,” kata Tia sambil ikut
               berpikir.  Mereka  berdua  asyik  membayangkan  akan
               seperti apa ketika Wuya nanti sudah melahirkan, dan hal
               apa yang mungkin akan sangat dibutuhkannya.

               “Buatkan saya kobati 106  saja, ndongaku 107 ,” suara Wuya
               tiba-tiba mengejutkan Reme dan Tia.

               “Betul juga katanya, tuaiku. Kobati lebih baik kalau di
               rumah,  nanti  ke  luar  baru  mauba 108 ,”  kata  Tia  sambil
               mengelus perut Wuya dan menatapnya dengan bahagia.



               101  Membuat senang
               102  Istrimu sudah mulai hamil
               103  Gelisah hatiku
               104  Mengapa
               105  Bidan atau dukun beranak
               106  Ayunan; buaian untuk anak bayi
               107  Panggilan sayang untuk suami maupun istri; suamiku
               108  Menggendong anak dengan kain sarung

                                                                    79
   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88