Page 72 - ETPEM2016
P. 72

Nilai etik bersifat ‘imperatif kategoris’ (Kant dalam Bertens,

               2007:145) yaitu sifat yang mewajibkan atau mengharuskan kepada
               siapapun untuk memenuhinya tanpa syarat. Contoh, nilai kejujuran
               mewajibkan siapapun jika berutang harus melunasinya. Berbeda
               dengan nilai-nilai lainnya yang bersifat ‘imperatif hipotesis,’ yakni
               sifat yang tidak mewajibkan, tapi diperlukan kehadirannya jika ada
               syarat  tertentu  pada  realitas  yang  dituju.  Contoh,  nilai
               ‘permusyawaratan  dalam  mengambil  keputusan,’  merupakan
               imperatif hipotesis jika ingin mempertahankan iklim demokratis.
                     Ryaas  Rasid  (2001:77)  mengemukakan  bahwa  prinsip  etika
               adalah “bagaimana seharusnya (ought to be).” Manifestasinya akan

               melahirkan  kewajiban  (obligation)  bagi  mereka  yang  menerima
               prinsip itu untuk diwujudkan ke dalam berbagai bentuk tindakan
               keseharian.  Bila  muatan  nilai  yang  terkandung  dalam  prinsip  itu
               gagal diwujudkan oleh masyarakat pendukungnya, maka dengan
               sendirinya akan mendapat sanksi. Karena etika adalah kumpulan
               nilai  yang  bersendikan  prinsip-prinsip  moral,  maka  sanksi  yang
               disiapkan untuk para pelanggarpun adalah sanksi moral.
                     Pendapat  tersebut  menunjukkan  bahwa  bagi  yang

               meyakininya, nilai etik itu menuntut adanya keharusan (kewajiban)
               untuk diaktualisasikan dalam perilakunya. Jika dilanggar, berakibat
               adanya sanksi. Dorongan akan adanya keharusan/kewajiban itulah
               yang secara otomatis menuntut kehadiran norma etik.






                                                                              56
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77